Tampilkan di aplikasi

Inikah saat kebangkitan peternakan sapi perah lokal?

Majalah Agrina - Edisi 288
25 Juni 2018

Majalah Agrina - Edisi 288

Sungguh malang! Industri “emas putih” seolah diabaikan pemerintah sejak ter - bitnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 4/1998 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional.

Agrina
Sungguh malang! Industri “emas putih” seolah diabaikan pemerintah sejak terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No.4/1998 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional.Pasalnya, aturan itu mencabut Inpres No. 2/1985 tentang kewajiban menyerap susu segar dalam negeri (SSDN) dan importasi satu pintu.

“Hal itu mengakibatkan perhatian pemerintah turun. Artinya, pemerintah tidak punya regulasi yang mendasari untuk mengatur ketentuan ini,” ungkap Fini Murfiani, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementerian Pertanian (Kementan).

Hilangnya kewajiban membuat Industri Pengolah - an Susu (IPS), terkesan enggan menyerap SSDN dan lebih memilih impor susu bubuk yang harganya le bih murah. Terlebih, bea masuk susu cukup rendah, hanya 5%. Tidak terelakkan, produksi SSDN pun an jlok hingga tinggal sekitar 20% kebutuhan nasional.

“Peningkatan importasi di era 2012-2016 rerata 3,86% per tahun,” ujar Fini mengutip Pusdatin dan BPS 2016. Selain itu, produktivitas susu turun dan populasi sapi perah kritis. “Produksi susu juga rendah, hanya 7-12 lt/ekor/hari, penurunan populasi rerata dari 2012-2016 2,03% per tahun, penurunan produksi SSDN 0,67% per tahun,” paparnya.

Tak mau semakin terpuruk, Menteri Pertanian lantas menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Per - mentan) No. 26/2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu. Kini, menuju setahun Permentan berjalan sejak diundangkan pada 19 Juli 2017, bagaimana kelanjutannya?
Majalah Agrina di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI