Tampilkan di aplikasi

Kembalikan kesuburan tanah dengan asupan yang tepat

Majalah Agrina - Edisi 291
17 September 2018

Majalah Agrina - Edisi 291

Tanah sakit produktivitasnya rendah. / Foto : FMC

Agrina
Penggunaan pupuk anorganik dengan dosis tinggi secara terus menerus dapat mengganggu keseimbangan hara dalam tanah. Dampaknya, tanah dan lingkungan menjadi “sakit” sehingga produktivitas lahan rendah. Degradasi dan penurunan produktivitas lahan bisa dilihat dari indikator kesehatan tanah, seperti kualitas fisik, kimia, dan biologinya yang menurun.

Balai Penelitian Tanah (Balittanah), Badan Litbang Kementan, memperbarui data tanah di Indonesia setiap tahun untuk rekomendasi pupuk. “Tapi untuk pemetaan secara nasional, itu pekerjaan besar.

Biasa nya kita perbarui setiap 10 tahun sekali. Terakhir tahun 2010,” jelas Husnain, Kepala Balittanah kepada AGRINA di kantornya, Bogor (28/8). Dari hasil pemetaan pada 2010, terpantau kandungan karbon organik di Indonesia sekitar 2%, bahkan di Jawa kurang dari 2%. Sementara di luar Pulau Jawa yang karakter lahannya kering masam juga bisa dipastikan mengandung sedikit bahan organik.

Pupuk Organik Berkualitas. Peningkatan kadar karbon organik di tanah tidak bisa dilakukan secara instan. Menurut Sri Rochayati, Kepala Balittanah periode 2009-2012 butuh waktu satu hingga dua tahun untuk mengembalikan Corganik ke kondisi optimal 3% - 4%. “Peningkatan karbon organik itu cukup lama karena pelepasannya bertahap (slow release). Bahkan kita pernah uji di lahan sawah ada yang butuh waktu hingga tujuh musim,” jelasnya.

Aplikasi pupuk organik menjadi salah satu opsi meningkatkan kembali kandungan bahan organik tanah. Pupuk organik bisa dibuat dari pemanfaatan sisa panen seperti jerami dan pupuk kandang. Agar pupuk organik berkualitas lebih baik, bisa ditempuh rekayasa teknologi dengan memperkaya kandungan mikrobanya. “Mikroba sangat membantu dalam tanah seperti bantu penyediaan hara,” jelas Sri.
Majalah Agrina di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI