Tampilkan di aplikasi

Mari mengendalikan WBC dengan bioinsektisida

Majalah Agrina - Edisi 300
11 Juni 2019

Majalah Agrina - Edisi 300

(Dari ki-ka) TEDDY KOSASIH, ARI PRIYATI, PARJIMAN (petani), dan TRIA LAGA (Junior Agronomis PAT) / Foto : Syatrya Utama

Agrina
Secara tidak langsung, hama ini juga bisa membawa virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput. Pada padi fase vegetatif, virus kerdil hampa bisa memicu daun rombeng, tercabik, koyak, terkadang berwarna putih.

Padi tumbuh kerdil. Keluar malai lebih lambat 10 hari dari normal. Saat keluar malai, tidak penuh. Daun bendera keriting. Saat matang, gabah hampa. Petani rugi. Sebelum berumur 35 hari setelah tanam (HST), menurut Teddy Kosasih, tanaman padi Kelompok Karya Tani ini sudah menggunakan MIPC (insektisida kimia).

Namun, menurut Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) dari Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel, Tugu Mulyo, ini, WBC tetap banyak.

Di lahan 50 ha itu, menurut Ari Priyati, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Dwijaya, penanaman padi lebih lambat dari lahan lain. Lahan ini sempat dibiarkan selama delapan bulan karena belum ada air.

Begitu lahan terasering ini mendapat air hujan, barulah digarap. Sementara di lahan yang berdekatan sudah panen lebih dulu. Akibatnya, “Werengnya bermigrasi ke sini. Rupanya pakai MIPC kurang mampu mengendalikan WBC,” kata Teddy, Sabtu, 4 Mei lalu.

Metarizep merupakan bioinsektisida yang mengandung cendawan Metarhizium spp. dan Beauvaria bassiana, yang sangat efektif sebagai biokontrol WBC pada tanaman padi. Selain efektif juga sebagai biokontrol larva kumbang tanduk, thrips, kutu, dan walang sangit, produk PAT ini tidak membunuh musuh alami dan tidak pula menyebabkan terjadinya resistensi dan resurjensi.
Majalah Agrina di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI