Banyak orang yakin, peluang di bisnis logistik bakal makin menggelembung seiring dengan tumbuhnya pasar E-commerce. Terlebih, saat ini Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan E-commerce tertinggi di dunia. Bahkan, hasil riset global dari Bloomberg menunjukkan bahwa pada tahun 2020 nanti ada lebih dari separuh penduduk Indonesia akan terlibat di aktivitas E-commerce.
Potensi menggairahkannya Indonesia sebagai pasar logistik pun diperkuat dengan terus meningkatnya jumlah penduduk di kelas menengah yang saat ini jumlahnya mencapai 60 juta jiwa. Dan satu hal yang juga tak bisa dibantah, negara ini sedang jorjoran membangun infrastruktur, mulai dari jalan, jembatan, jaringan irigasi, waduk pembangkit listrik, pelabuhan, hingga bandara.
Selain itu, kuatnya daya pikat bisnis logistik juga ditunjukkan oleh makin maraknya sejumlah perusahaan yang mendaftarkan diri ke sektor yang berhubungan erat dengan supply chain ini, mulai dari perusahaan swasta, asing, hingga BUMN.
Menurut data base Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), jumlah anggota ALFI di tahun 2016 saja mencapai 3.212 perusahaan. Sementara jumlah perusahaan berlabel BUMN yang berbisnis logistik, menurut Yukki Nugrahawan Hanafi (Ketua Umum DPP ALFI), saat ini kurang lebih mencapai 78 perusahaan.
Sayangnya, di tengah semaraknya bisnis logistik, sejumlah kegiatan bisnis yang ditengarai berbau praktik monopoli pernah dilakukan oleh BUMN dengan modus mendirikan anak perusahaan. Salah satu contohnya adalah hadirnya PT Angkasa Pura Kargo (APK) sebagai anak perusahaan PT Angkasa Pura pada Oktober tahun lalu.
