Tampilkan di aplikasi

Buku Al Mawardi Prima hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Ikhlas

Kunci Utama Diterimanya Amal Ibadah

1 Pembaca
Rp 30.000

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 90.000 13%
Rp 26.000 /orang
Rp 78.000

5 Pembaca
Rp 150.000 20%
Rp 24.000 /orang
Rp 120.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Ikhlas adalah salah satu buah dari tauhid yang sempurna kepada Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Ikhlas adalah soal Tauhid. Soal keyakinan, soal kepercayaan. Yakin dan percaya akan seruan Allah dan Rasul-Nya. Yakin dan percaya akan Janji-Janji Allah. Yang lain menyebut “tidak ikhlas,” saya lebih memilih menyebut “saking percayanya sama Allah lalu saya melakukannya.” Yang lain menyebutnya “tidak ikhlas,” saya lebih memilih menyebutnya “berharap sama Allah.” Dan yang lain menyebutnya sebagai pamrih atas ibadah-ibadah yang dilakukan karena dunia, saya lebih kepengen meyakininya sebagai sebuah keutamaan jalan sebab yang memberikan petunjuk adalah Yang Memiliki Dunia yang juga menyuruh kita beribadah.

Ikhlas juga mencakup semua ketaatan, ikhlas juga meliputi semua yang Allah kasih kepada kita, ikhlas dalam cinta, dalam iman dan Islam.

Agar Ibadah Kita Diterima-Nya

Sesungguhnya Allah Swt hanya menerima IBADAH seorang hamba yang benar-benar memurnikan keikhlasan dalam amalnya tersebut, dan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya. Jika ada kadar 0,01 % kekotoran syirik dalam amalan tersebut, maka Allah tidak akan menerima amalan tersebut! jika amalan tersebut diamalkan tidak seperti apa yang Allah syari’atkan melalui Rasul-Nya, maka amalnya tertolak.

Dalilnya, Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima satu amalan kecuali dengan ikhlas dan mengharap wajah-Nya.”

Dalam shalat kita membaca ayat dalam surah Al-Fatihah yang artinya, “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” Dan bukankah dalam shalat kita juga mengucapkan “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku, semuanya hanya untuk Allah?”

Tapi kenyataannya, sangat sulit merealisasikan ikhlas dalam setiap perbuatan kita. Niat segala perbuatan kita ternyata bukan lagi untuk mencari ridha Allah. Tapi niat kita adalah untuk mencapai kepentingan pribadi, dan kepentingan duniawi. Niat Ikhlas ini sering pula disusupi oleh sifat ujub dan riya’. Perbuatan kita lakukan untuk membanggakan diri, dan ingin dipuji oleh manusia. Ya, mencari ridha manusia.

Saya sering menyebut tidak mengapa kita melakukan ibadah dan mengejar apa yang Allah janjikan. Ketika yang lain menamakan pamrih dan atau tidak ikhlas, saya menyebutnya: Iman. Percaya. Karena saya percaya sama apa yang diseru Allah dan Rasul-Nya, lah ya saya kerjakan. Ketika Allah dan Rasul-Nya menyuruh dhuha agar rezeki terbuka, dan atau menjanjikan keutamaan dhuha bisa begini dan begitu, ya saya sambut. Saya kerjakan. Sepenuh hati. Ini juga namanya Ikhlas. Bahasa entengnya: Nurut. Tunduk. Kita percaya sama Allah. Masa janji yang dijanjikan oleh Yang Maha Benar kita sia-siakan? Iya gak? Sambut, percaya, yakini, dan jalankan. Manteb.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Husein al-’Awayisyah
Editor: Al-Mawardi Prima

Penerbit: Al Mawardi Prima
ISBN: 9786029247633
Terbit: Februari 2015 , 220 Halaman










Ikhtisar

Ikhlas adalah salah satu buah dari tauhid yang sempurna kepada Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Ikhlas adalah soal Tauhid. Soal keyakinan, soal kepercayaan. Yakin dan percaya akan seruan Allah dan Rasul-Nya. Yakin dan percaya akan Janji-Janji Allah. Yang lain menyebut “tidak ikhlas,” saya lebih memilih menyebut “saking percayanya sama Allah lalu saya melakukannya.” Yang lain menyebutnya “tidak ikhlas,” saya lebih memilih menyebutnya “berharap sama Allah.” Dan yang lain menyebutnya sebagai pamrih atas ibadah-ibadah yang dilakukan karena dunia, saya lebih kepengen meyakininya sebagai sebuah keutamaan jalan sebab yang memberikan petunjuk adalah Yang Memiliki Dunia yang juga menyuruh kita beribadah.

Ikhlas juga mencakup semua ketaatan, ikhlas juga meliputi semua yang Allah kasih kepada kita, ikhlas dalam cinta, dalam iman dan Islam.

Agar Ibadah Kita Diterima-Nya

Sesungguhnya Allah Swt hanya menerima IBADAH seorang hamba yang benar-benar memurnikan keikhlasan dalam amalnya tersebut, dan ibadah tersebut sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya. Jika ada kadar 0,01 % kekotoran syirik dalam amalan tersebut, maka Allah tidak akan menerima amalan tersebut! jika amalan tersebut diamalkan tidak seperti apa yang Allah syari’atkan melalui Rasul-Nya, maka amalnya tertolak.

Dalilnya, Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menerima satu amalan kecuali dengan ikhlas dan mengharap wajah-Nya.”

Dalam shalat kita membaca ayat dalam surah Al-Fatihah yang artinya, “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” Dan bukankah dalam shalat kita juga mengucapkan “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku, semuanya hanya untuk Allah?”

Tapi kenyataannya, sangat sulit merealisasikan ikhlas dalam setiap perbuatan kita. Niat segala perbuatan kita ternyata bukan lagi untuk mencari ridha Allah. Tapi niat kita adalah untuk mencapai kepentingan pribadi, dan kepentingan duniawi. Niat Ikhlas ini sering pula disusupi oleh sifat ujub dan riya’. Perbuatan kita lakukan untuk membanggakan diri, dan ingin dipuji oleh manusia. Ya, mencari ridha manusia.

Saya sering menyebut tidak mengapa kita melakukan ibadah dan mengejar apa yang Allah janjikan. Ketika yang lain menamakan pamrih dan atau tidak ikhlas, saya menyebutnya: Iman. Percaya. Karena saya percaya sama apa yang diseru Allah dan Rasul-Nya, lah ya saya kerjakan. Ketika Allah dan Rasul-Nya menyuruh dhuha agar rezeki terbuka, dan atau menjanjikan keutamaan dhuha bisa begini dan begitu, ya saya sambut. Saya kerjakan. Sepenuh hati. Ini juga namanya Ikhlas. Bahasa entengnya: Nurut. Tunduk. Kita percaya sama Allah. Masa janji yang dijanjikan oleh Yang Maha Benar kita sia-siakan? Iya gak? Sambut, percaya, yakini, dan jalankan. Manteb.

Pendahuluan / Prolog

Pendahuluan
Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kami memuji, meminta pertolongan dan ampunan. Kami berlindung kepada Allah dari segala kejahatan nafsu dan amal perbuatan kami. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah Swt, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan, maka tidak ada yang bisa diluruskannya. Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah.

Kunci diterimanya amal ibadah adalah harus ikhlas dalam menjalankan amal ibadah. Ikhlas merupakan tolok ukur atau kunci diterima tidaknya seseorang di dalam melaksanakan amal ibadah. Kata kunci ikhlas adalah melakukan segala sesuatu yang baik semata-mata hanya mengharap kepada Allah Swt saja tidak mengharap kepada selain Allah Swt. Hanya kepada Allah Swt yang dituju sehingga jika mendapat pujian dari seseorang atau tidak, tidak menjadikannya sombong atau lupa diri dan tidak kecewa karena yang dituju hanya Allah semata. Hatinya orang yang ikhlas pasti dijamin tenang tidak mudah terpengaruh oleh pujian atau celaan dari siapa saja baik dari kawan maupun lawan.

Orang yang beramal ibadah dengan ikhlas walaupun capek tidak terasa capek bahkan terasa ringan karena yang dituju adalah Ridha-Nya semata.

Dalam ajaran Islam diterima tidaknya amal ibadah seseorang bergantung pada niatnya. Jika niatnya salah yaitu tidak niat mengharap ridha-Nya maka akan berakibat amal ibadahnya tidak diterima oleh Allah Swt.

Mengerjakan amal ibadah dengan ikhlas perlu kita jaga dengan baik dan berhati-hati, apabila tidak kita jaga dengan baik dan berhati-hati dalam beramal bisa dengan mudah amalan yang kita kerjakan menjadi amalan sia-sia di hadapan Allah Swt. Kita dalam beramal harus benar-benar murni mengharap ridha Allah Swt.

Imam Ghazali pernah berkata bahwa setiap orang akan hancur binasa kecuali orang-orang yang berilmu ulama dan setiap orang yang berilmu akan hancur binasa kecuali orang-orang yang mengamalkan ilmunya dan setiap orang yang mengamalkan ilmunya akan hancur binasa kecuali orang-orang yang ikhlas dalam beramal ibadah. Keikhlasan berada pada garis yang paling mulia.“

Ingatlah bahwa ikhlas kepada Allah Swt juga akan menyelamatkan badan dan jiwa dari semua derita! Pernyataan ini bukan sekadar bualan, melainkan sudah teruji dan terbukti pada orang-orang yang memiliki keutamaan dan kemuliaan, khususnya para Nabi, para sahabat Nabi, dan Tabi’in. Mereka telah mendapatkan kemenangan, keberuntungan, dan kesuksesan di dunia, begitu pula di akhirat.

Untuk itu, buku ini sangat diperlukan untuk menjelaskan keutamaan dan bentuk-bentuk ikhlas, serta menjelaskan bahaya riya dan cara pencegahannya dan penjelasan-penjelasan lain yang bermanfaat.

Buku ini didasarkan pada Al-Qur’an dan hadits-hadits yang kuat yang telah diteliti dan dikoreksi oleh para ahli hadits, tujuannya agar latar belakang penulisan buku ini benar-benar dapat dicapai.

Semoga Allah menjadikan amal kami murni karena-Nya, dan semoga buku ini akan memberikan manfaat bagi kami pada hari kiamat dan akan melindungi kami pada hari orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.

Daftar Isi

Pengantar
Pengantar Ust. Yusuf Mansur
Pendahuluan
Daftar Isi
BAB I - Ikhlas Kunci Utama Diterimanya Amal Ibadah
     A. Manisnya Ikhlas, Bahayanya Riya dan Syirik
     B. Ancaman dan Tipu Daya Setan
     C. Ikhlas Kunci Kesuksesan
     D. Kemenangan Nabi Yusuf As Adalah karena Keikhlasan
     E. Kisah Ikhlasnya Seorang Anak yang Beriman
     F. Kisah Ikhlasnya Nabi Ibrahim As dan Istrinya
     G. Amal Shalih yang Didasari Takut Kepada AllahMerupakan Salah Satu Implementasi Ikhlas
     H. Doa Orang yang Dizalimi dan Ditindas Mustajabah
     I. Manfaat Bergaul dengan Orang yang Ikhlas
     J. Keutamaan Ikhlas dalam Mengamalkan Ajaran Agama
          1. Ikhlas dalam Bertauhid
          2. Ikhlas dalam Niat
          3. Ikhlas dalam Shalat
          4. Ikhlas dalam Bersujud
          5. Ikhlas dalam Menghiasi Malam Ramadhan
          6. Ikhlas dalam Menghidupkan malam Lailatul Qadr
          7. Ikhlas dalam Mencintai Masjid
          8. Ikhlas dalam Perjalanan untuk Shalat
          9. Ikhlas Menunggu Shalat Jamaah di Masjid
          10. Ikhlas Menjawab Azan
          11. Ikhlas dalam Berpuasa
          12. Ikhlas dalam Mengeluarkan Zakat
          13. Ikhlas dalam Bersedekah
          14. Ikhlas dalam Menunaikan Ibadah Haji
          15. Ikhlas Ingin Mati Syahid
          16. Ikhlas dalam Ketetapan Hati
          17. Ikhlas Siap untuk Berperang
          18. Ikhlas dalam Berjihad
          19. Ikhlas dalam Bertaubat
          20. Ikhlas dalam Beristighfar
          21. Ikhlas dalam Menangis
          22. Ikhlas dalam Berzikir
          23. Ikhlas dalam Kejujuran
          24. Ikhlas dalam Bersabar
          25. Ikhlas Dalam Bertawakkal
          26. Ikhlas dalam Mencintai
          27. Ikhlas dalam Bersilahturrahim di Jalan Allah
          28. Ikhlas dalam Berbakti kepada Orangtua
          29. Ikhlas dalam Meninggalkan Kemungkaran
          30. Ikhlas dalam Memberikan Upah
          31. Ikhlas dalam Niat Meskipun Belum Berbuat
          32. Ikhlas dalam Berzuhud
          33. Ikhlas Dalam Bertawadhu’ (Rendah Hati)
          34. Ikhlas dalam Membangun Masjid
          35. Ikhlas Berziarah ke Masjid Rasulullah Saw UntukBelajar dan Mengajar
          36. Ikhlas dalam Menyiapkan Perang dan MemberikanTeladan
          37. Ikhlas Mengantarkan Jenazah Muslim
          38. Ikhlas dalam Memberikan Makanan
          39. Ikhlas dalam Berdoa
     K. Keikhlasan Semu
BAB II - Bahaya Riya, Mengetahui Penyebab dan Upaya Menghindarinya
     A. Bahasa tubuh (Riya’ badani)
     B. Perbuatan yang Nampaknya Syirik atau Riya, tetapiBukan
     C. Obat dan Upaya Menghindari Riya’
          1. Mengetahui keagungan Allah, nama-nama-Nya, sifatsifat-Nya, dan mengetahui keesaan-Nya sesuai dengankemampuannya:
          2. Mengetahui siksa dan kenikmatan alam kubur
          3. Mengetahui Hadits-Hadits Tentang Siksa Kubur
          4. Mengetahui Janji Allah Kepada Orang-Orang yangBertakwa di Surga
          5. Mengingat Mati dan Bersikap Realistis
          6. Mengetahui Hakikat Dunia dan Kefanaannya
          7. Berdoa
          8. Memunculkan Rasa Takut Akan Munculnya Riya’Setelah Beramal
          9. Membiasakan Menyembunyikan Amal Baik Kecualidalam Keadaan Mendesak
          10. Bersahabat dengan orang yang ikhlas, shalih danbertakwa
          11. Takut Terhadap Riya’
          12. Menjauhi Celaan Allah
          13. Ingin Dicintai Allah daripada Manusia
          14. Mengetahui Apa Yang Ditakuti Setan
     D. Perbuatan yang Ditakuti Setan
BAB III - Ikhlas dan Rahasia Kedahsyatannya
     A. Akibat-akibat Riya’
     B. Beberapa Hadits Shahih Mengenai Ikhlas dan KecamanTerhadap Riya’ dari Kitab “at-Targhib wa at-Tarhib”
     C. Nasihat dan Kata Mutiara Yang Berkaitan dengan Ikhlas
     D. Kata Mutiara dari Orang-orang Salaf Mengenai Niat,Ikhlas dan Bahaya Riya’
     E. Kisah Inspiratif Rahasia Kedahsyatan Ikhlas
          (1) Kisah Kakek dan Pencuri Pepaya
          (2) Kisah Nenek yang Ikhlas
          (3) Bekerja Ikhlas Menuai Hasil yang Baik
          (4) Belajarlah untuk Ikhlas
          (5) Buah Keikhlasan [Sebuah Kisah Nyata]
          (6) Kisah Menarik Dahsyatnya Ikhlas Sedekah
          (7) Kisah Inspiratif tentang “Ikhlas”
          (8) Kisah Cerdiknya Seorang Pemuda yang Ikhlas
          (9) Ikhlas Itu Indah
          (10) Kisah Teladan Orang-Orang Ikhlas

Kutipan

BAB 1 / Ikhlas, Kunci Utama Diterimanya Amal Ibadah
Sebelum Anda melangkah untuk melakukan amal ibadah, Anda harus tahu terlebih dahulu cara yang efektif agar amal ibadah dapat diterima oleh Allah Swt. Jangan sampai Anda berlelah-lelah beribadah tetapi tidak memperoleh apa-apa. Ingatlah! Banyak orang yang berlelah- lelah melaksanakan amal ibadah, namun hasilnya nihil, malah di akhirat ia harus bersiap-siap menghadapi siksaan dari Allah Swt. Rasulullah Saw telah memperingatkan dalam hadits berikut ini: “Banyak orang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar. Banyak orang bangun shalat malam, tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali keterjagaan saja.” (HR. Ibnu Majah).

Untuk itu, Anda harus tahu terlebih dahulu syarat agar amal ibadah yang kita lakukan diterima di sisi Allah Swt. Setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi bila amal ibadah Anda diterima di sisi Allah Swt, yaitu:

Dalam melakukan amal ibadah yang dituju hanya ingin mencapai ridha Allah.

Dalam melakukan amal ibadah harus mengikuti ketentuan yang telah diberikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah dalam sunnahnya.

Apabila salah satu dari dua syarat tersebut tidak dipenuhi, maka amal ibadah Anda tidak dapat dikatakan sebagai amal shalih. Implikasinya, amal ibadah Anda tidak diterima oleh Allah Swt, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah berikut ini:

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendak-lah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Allah Swt hanya menerima “amal shalih” yang dilakukan dengan ikhlas hanya karena Allah Swt, bukan karena ada motivasi lain. Yang dimaksud “amal shalih” itu sendiri adalah semua amalan yang sesuai dengan ketentuan syara’. (Syekh Al-Bani: At-Tawassul anwa’uhu wa ahkamuhu).

Al-Hafizh Ibn Katsir dalam tafsirnya juga menyebutkan bahwa ada dua syarat agar amal ibadah dapat diterima Allah Swt, yaitu perbuatannya dilakukan dengan ikhlas karena Allah, dan sejalan dengan syariat Allah dan Rasulullah, Muhammad Saw. Pendapat senada juga dikemukakan oleh al-Qadhi Iyadh dan ulama lainnya.

A. Manisnya Ikhlas, Bahayanya Riya dan Syirik

Setiap amal ibadah harus didahului dengan niat, sebagai-mana sabda Rasulullah Saw:

“Sesungguhnya seluruh amal ibadah bergantung pada niatnya.”

Agar supaya niat memenuhi harapan, maka niat harus dilakukan dengan tulus ikhlas hanya karena Allah semata. Niat yang tidak ikhlas hanya akan membuat amal ibadah yang kita kerjakan sia-sia belaka. Allah hanya menerima amal ibadah yang dilakukan dengan penuh keikhlasan, yaitu hanya mengharapkan ridha dari-Nya. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Swt berikut:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Juga dalam firman-Nya:

“Katakanlah: “Jika kamu Menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui.” Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 29)

Dalam ayat ini Allah melarang perbuatan riya (memamerkan amal kepada selain Allah). Karena riya akan menghapus amal ibadah yang telah dilakukan seperti yang dinyatakan Allah dalam firman-Nya:

“Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

Sikap riya sangat merugikan, karena riya dapat menghapus pahala orang yang melakukan amal ibadah. Untuk itu, dalam beberapa kesempatan kita dianjurkan senantiasa berdoa agar dijauhkan dari sifat riya, seperti doa ketika membaca talbiah yang diucapkan orang yang sedang menjalankan ibadah haji, sebagai berikut:

“Ya Allah jadikanlah haji kami haji yang tidak bercampur dengan sifat riya dan sum’ah.” (HR. Adh-Dhiya dengan sanad yang shahih).

Rasulullah Saw juga memberikan peringatan keras agar kita menghindari sifat riya, seperti yang tersebut dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah: “Manusia pertama yang dihisab oleh Allah pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Kemudian Allah mendatanginya seraya menunjukkan pahala yang akan diperolehnya, maka tahulah dia pahala tersebut. Allah bertanya: ‘Apakah yang telah kamu perbuat? Dia menjawab, ‘saya berperang hanya karena Engkau sampai saya mati syahid.’ Allah berkata, kamu telah berbohong, karena kamu berperang agar ada yang mengatakan, engkau pemberani!’, sebagaimana yang dikatakan orang. Kemudian Allah memerintahkan dia pergi seraya melemparkan amalnya ke mukanya sampai dia terlempar ke neraka. (Kedua) Kemudian orang yang menuntut imu kemudian mengajarkan ilmunya serta rajin membaca Al-Qur’an seraya menunjukkan nikmat-nikmat yang akan diterimanya, maka tahulah dia akan nikmat-nikmat itu. Allah bertanya, ‘Apakah yang telah kamu perbuat?’ Dia menjawab, ‘saya menuntut ilmu kemudian mengajarkannya dan saya rajin membaca Al-Qur’an karena Engkau.’ Allah menjawab, ‘kamu berbohong, karena engkau belajar agar dikatakan kamu adalah orang yang pandai dan kamu membaca Al-Qur’an agar dikatakan kamu adalah Qari!’ Sebagaimana yang dikatakan orang. Kemudian Allah memerintahkan kepadanya seraya melemparkan amalnya ke mukanya sampai dia terlempar ke neraka. (Ketiga) Kemudian orang yang diberi kelapangan rezeki oleh Allah dan dia menyisihkan sebagian untuk sedekah. Allah menghampirinya sambil menunjukkan pahala yang akan diterimanya, maka tahulah dia pahala tersebut. Allah bertanya, ‘Apa yang telah kamu perbuat?’ Dia menjawab, ‘saya tidak pernah meninggalkan jalan yang Engkau cintai dalam menafkahkan harta, kecuali saya menafkahkan sebagian harta tersebut hanya karena Engkau’. Allah menjawab, ‘Kamu berbohong, karena kamu berbuat seperti itu supaya kamu dikatakan orang dermawan!’ Sebagaimana yang dikatakan orang. Kemudian Allah memerintahkan kepadanya seraya melemparkan amal tersebut ke mukanya sampai dia terlempar ke neraka.’ (HR. Imam Muslim).

Dan hadits diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa dia mendengar Rasulullah Saw bersabda:

“Allah Swt berfirman: Saya adalah sekutu yang paling tidak butuh dengan sekutu, barangsiapa beramal dengan menyekutukan Aku dengan selain Aku, maka Aku akan meninggalkan dia dan sekutunya.” (HR. Imam Muslim)

Juga beliau Saw bersabda:

“Barangsiapa yang menuntut ilmu tidak karena mencari ridha Allah, maka dia hanya mendapat imbalan dunia, dia tidak mendapatkan bau surga pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud).