Manusia yang paling merugi adalah mereka yang tidak bisa memetik banyak pelajaran dari segala peristiwa yang terjadi. Lebih-lebih untuk berkaca diri, mencari dosa diri, untuk kemudian berdoa memohon agar diampuni. Sebab, orang yang beriman niscaya akan memercayai qudrah dan iradah-Nya. Tak ada peristiwa yang muncul begitu saja karena semua dalam genggaman-Nya.
Tak ada yang kebetulan karena segala sesuatu yang terjadi merupakan kehendak-Nya. Begitu pun musibah. Dalam ayatayat-Nya, Allah subhanahu wata'ala bahkan dengan tegas menyatakan bahwa segala musibah terjadi karena perbuatan manusia. Itu yang harus diyakini kaum yang beriman, titik. Adapun dosa apa yang menyebabkan musibah terjadi, tidak ada manusia yang bisa memastikannya.
Manusia hanya bisa menduga. Namun, dengan akalnya, manusia tetap bisa menggalinya. Apalagi jika dosa itu beraneka ragam, merajalela dan membudaya, serta dilakukan secara terang-terangan, terutama laku kesyirikan. Oleh karena itu, dengan segala apa yang sudah tampak di depan mata, masihkah kita meyakini bahwa musibah adalah fenomena alam belaka? Apakah gesekan antarlempeng bumi, gerakan air laut dengan volume jutaan liter, naiknya magma bumi, turunnya hujan, embusan angin, petir, dan segala faktor alam lain terjadi tanpa perintah-Nya?
Sepatutnya bagi seorang hamba, ketika ia ditimpa musibah, memperbanyak istighfar, bertobat dengan sebenar-benarnya, serta tetap bersyukur bahwa musibah yang dia terima, akan memperingan azabnya di akhirat kelak. Walaupun yang namanya azab itu bersifat menyeluruh, akan menimpa orang yang baik dan jahat, tanamkan anggapan bahwa diri inilah yang bergelimang dosa. Tidak perlu iri dengan orang-orang kafir yang belum mendapat giliran untuk diazab.
Justru semestinya diri ini bersyukur, karena azab kita disegerakan di dunia.
Sebab, sedahsyat apa pun, azab dunia masih jauh lebih ringan daripada azab akhirat. Dengan menyadari bahwa segala musibah dan azab adalah peringatan sekaligus ujian bagi yang orang-orang yang beriman, diharapkan kita akan menjadi insan yang lebih baik.
Wallahu a’lam.