Tampilkan di aplikasi

Menyoal tradisi sesaji

Majalah Asy Syariah - Edisi Khusus 03
21 Agustus 2019

Majalah Asy Syariah - Edisi Khusus 03

Menyoal Tradisi Sesaji

Asy Syariah
Harus diakui bahwa selamatan sudah menjadi tradisi yang mendarah daging di kalangan masyarakat Jawa, khususnya kaum abangan. Namun, saat ini banyak orang Jawa yang melaksanakannya sebatas sebagai sebuah tradisi warisan leluhur tanpa memahami makna di dalamnya. Orang Jawa cenderung hanya taken for granted terhadap berbagai upacara atau selamatan yang dilakukan oleh nenek moyang.” (Islam Abangan dan Kehidupannya, 2015, hlm. 81)

Pernyataan di atas memang benar! Tidak semua orang yang mengikuti berbagai upacara adat itu mengetahui tujuan sesungguhnya. Benar atau salah bukan lagi landasan untuk bersikap. Baik maupun buruk tidaklah menjadi acuan. Asalkan warisan atau adat yang turun-temurun, maka tetap dipelihara dan dijaga. Pokoknya, ini sudah diselenggarakan sejak dahulu, maka harus dilestarikan. Begitukah?

Perselisihan akan selalu terlahir setiap saat jika kebenaran ditentukan oleh kebudayaan, tradisi, atau adat istiadat. Pertentangan terhadap Islam, dalam sejarah, malah terfondasikan pada kejumudan dan sikap fanatik mempertahankan tradisi serta adat istiadat yang berlaku pada tatanan masyarakat. Untuk memusuhi dakwah nabi, kaum penentang sering beralasan dengan berpegang kokoh kepada ajaran nenek moyang.

Sedekah dalam bentuk sesaji oleh sebagian kalangan diklasifikasikan sesuai niatan pelaku. Jika sebatas tanda syukur dengan makan bersama, diperbolehkan. Apabila dibuang ke laut atau ke sungai, dikatakan haram karena mubazir. Sementara itu, yang berniat untuk menjaga diri supaya selamat karena adanya kekuatan yang ditakuti selain Allah, barulah dihukumi syirik.

Sayangnya, faktanya berbeda. Sebab, para pelaku memang mengakui adanya kekuatan gaib yang dihormati dan ditakuti. Setelah prosesi ritual diselenggarakan, hati dan pikiran menjadi tenang. Ada sugesti dan harapan besar hasil tangkapan atau panen menjadi berlimpah setelah ritual dilakukan. Sebaliknya, muncul ketakutan dan kekhawatiran jika prosesi ritual itu ditinggalkan, akan ada bala dan petaka.
Majalah Asy Syariah di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI