Pembaca yang terhormat,
Agustus, kita sama-sama sepakat menetapkan sebagai bulan istimewa. Momentum hari merdeka yang selalu kita peringati. Salah satu frase bapak pendiri bangsa, Soekarno yang paling saya sukai adalah ungkapan “Beri saya 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia”.
Ungkapan ini bukan saja sangat emosional, tetapi juga sebuah semangat tinggi. Soekarno, kala itu mungkin ingin menunjukkan kepada warga dunia bahwa rakyat Indonesia memiliki kemampuan yang tinggi untuk membangun bangsanya sejajar dengan bangsa maju.
Tujuh puluh tahun kemudian, ungkapan itu bukan sekadar sebuah slogan semata. Namun, menjadi sebuah kenyataan. Khususnya di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Anda mungkin masih ingat profesor Khoirul Anwar, si penemu teknologi 4G yang kini menjadi generasi terkini di bidang telekomunikasi. Tempo hari, Nadiem Makarim menjadi tamu istimewa pada sebuah pertemuan internasional para start up. Founder aplikasi Go-jek ini berkisah tentang kesuksesan membangun sebuah bisnis yang menaungi ekosistem antara IT (aplikasi) dan transportasi yang sangat vital di Indonesia. Sebuah gagasan yang kemudian menjadi inspirasi khususnya bagi start-up di negara lain.
Masih berderet-deret lagi nama dan ide yang lalu jadi fakta dan bisa dinikmati oleh warga dunia. Ini menunjukkan bahwa kemampuan otak, keluasan ide, yang dipadu dengan kenyataan akan kebutuhan masif masyarakat bisa saling terkait untuk menghasilkan sebuah karya dapat dilakukan secara serius oleh seorang Indonesia.
Mereka berkiprah di sini dan di negara lain. Mereka menciptakan sesuatu demi kemaslahatan umum. Namun, ada banyak catatan yang selalu mengganjal. Bahwa seringkali pengakuan atas karya-karya itu tidak pernah diakomodasi oleh pemangku kebijakan. Tidak ada kucuran dana yang disiapkan agar gagasan yang –bahkan sudah jadi- lalu bisa terpergunakan.
Akhirnya, banyak yang memilih menjadi diaspora, bekerja dan berkarya di luar negeri . Mereka memiliki paten yang kemudian diincar oleh perusahaan-perusahaan multinasional yan bercokol di negara lain. Cerita ini lalu menguap, sementara para patriot penemu itu tak berhenti di situ, karya mereka berkibar di negara yang bukan bangsanya.
Mungkin Soekarno akan menangis jika tahu hal ini. Bagaimana mau mengguncang dunia, jika mereka sama sekali tidak pernah diakomodasi di sini, diberi tempat yang lebih baik di negaranya sendiri, dan karya-karyanya dipublikasikan sebagai sebuah produk anak bangsa.
Indonesia 70 tahun mustinya memberi perhatian yang lebih luas pada kemajuan teknologi informasi. Pemerintah tak boleh berpangku tangan, musti aktif mendorong patriot-patriot lain agar terus tampil ke permukaan untuk lalu mengguncang dunia.