Tampilkan di aplikasi

Buku Citra Aditya hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Wewenang Mahkamah Konstitusi & Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan RI

1 Pembaca
Rp 91.000 50%
Rp 45.500

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 136.500 13%
Rp 39.433 /orang
Rp 118.300

5 Pembaca
Rp 227.500 20%
Rp 36.400 /orang
Rp 182.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Keberadaan MK dirasa sangat penting dan strategis karena MK berupaya mengawal konstitusi agar dilaksanakan dan dihormati keberadaannya. Selain itu, MK mempunyai dasar legitimasi, juga memiliki landasan yang kuat dan sangat dibutuhkan dalam sistem ketatanegaraan.

Pada dasarnya dalam proses pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia tidak terlepas dari kajian pemikiran dari segi politis-sosiologis, yuridis dan filosofis, serta historis. Dilihat dari aspek kelembagaannya, Mahkamah Konstutusi berbeda dengan lembaga negara lainnya. Mahkamah Konstitusi di samping sebagai “lembaga negara”, juga sebagai “lembaga UUD 1945”. Sebagai lembaga negara, artinya lembaga yang harus dimiliki oleh setiap negara agar negara tersebut disebut negara demokratis dan negara hukum. Sedangkan sebagai “Lembaga UUD 1945”, artinya Mahkamah Konstitusi sebagai komponen konstitusi yang harus dimasukkan ke dalam setiap UUD dalam suatu negara karena merupakan tiang atau penyangga utama dari suatu yang namanya UUD.

Dalam wacana pembahasan tentang wewenang Mahkamah Konstitusi, terlebih dahulu harus memperhatikan tentang bagaimana kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan kita dan bagaimana landasan Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945, serta apa saja yang menjadi wewenangnya. Adapun wewenang utama Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang dan menyelesaikan sengketa antara lembaga negara. Tugas dan wewenangnya ini perlu dikaji melalui pengaturan perundang-undangan dalam sistem hukum positif di Indonesia.

Materi dalam buku ini yang juga digagas dari hasil penelitian, dibahas dengan detail bagaimana legitimasi teori konstitusi atas perubahan Undang-Undang Dasar 1945 terhadap kekuasaan kehakiman; dasar teoretis dan yuridis kewenangan MK, termasuk di dalamnya perbandingan wewenang menguji dan lembaga yang melakukan pengujian di beberapa negara, seperti Amerika, Prancis, Jerman, dan Korea Selatan. Dibahas pula kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Hal ini semua memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai bagaimana wewenang MK dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Abdul Rasyid Thalib, Dr. S.H., M.Hum.
Editor: Retno Widiyani

Penerbit: Citra Aditya
ISBN: 9794149365
Terbit: Juli 2006 , 566 Halaman










Ikhtisar

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Keberadaan MK dirasa sangat penting dan strategis karena MK berupaya mengawal konstitusi agar dilaksanakan dan dihormati keberadaannya. Selain itu, MK mempunyai dasar legitimasi, juga memiliki landasan yang kuat dan sangat dibutuhkan dalam sistem ketatanegaraan.

Pada dasarnya dalam proses pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia tidak terlepas dari kajian pemikiran dari segi politis-sosiologis, yuridis dan filosofis, serta historis. Dilihat dari aspek kelembagaannya, Mahkamah Konstutusi berbeda dengan lembaga negara lainnya. Mahkamah Konstitusi di samping sebagai “lembaga negara”, juga sebagai “lembaga UUD 1945”. Sebagai lembaga negara, artinya lembaga yang harus dimiliki oleh setiap negara agar negara tersebut disebut negara demokratis dan negara hukum. Sedangkan sebagai “Lembaga UUD 1945”, artinya Mahkamah Konstitusi sebagai komponen konstitusi yang harus dimasukkan ke dalam setiap UUD dalam suatu negara karena merupakan tiang atau penyangga utama dari suatu yang namanya UUD.

Dalam wacana pembahasan tentang wewenang Mahkamah Konstitusi, terlebih dahulu harus memperhatikan tentang bagaimana kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan kita dan bagaimana landasan Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945, serta apa saja yang menjadi wewenangnya. Adapun wewenang utama Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang dan menyelesaikan sengketa antara lembaga negara. Tugas dan wewenangnya ini perlu dikaji melalui pengaturan perundang-undangan dalam sistem hukum positif di Indonesia.

Materi dalam buku ini yang juga digagas dari hasil penelitian, dibahas dengan detail bagaimana legitimasi teori konstitusi atas perubahan Undang-Undang Dasar 1945 terhadap kekuasaan kehakiman; dasar teoretis dan yuridis kewenangan MK, termasuk di dalamnya perbandingan wewenang menguji dan lembaga yang melakukan pengujian di beberapa negara, seperti Amerika, Prancis, Jerman, dan Korea Selatan. Dibahas pula kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Hal ini semua memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai bagaimana wewenang MK dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.

Ulasan Editorial

Buku yang diterbitkan ini memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan pemahaman mengenai Mahkamah Konstitusi, khususnya mengenai wewenang Mahkamah Konstitusi dan implikasinya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Oleh karena itu, saya menganjurkan kepada berbagai kalangan, baik warga negara maupun aparat penyelenggara negara untuk membaca buku ini

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

Pendahuluan / Prolog

Latar Belakang Masalah
Ide perubahan UUD 1945 berawal dari tuntutan reformasi oleh masyarakat tahun 1998 akibat pelaksanaan pemilu yang dinilai tidak demokratis dan terpilihnya kembali Soeharto sebagai Presiden kelima kalinya. Reformasi yang menuntut perlunya penggantian pimpinan nasional dan dikeluarkannya unsur TNI dan Polri di lembaga MPR, mengakibatkan maraknya tuntutan tersebut dan mendapat dukungan dari berbagai komponen masyarakat dan bangsa, termasuk kalangan pemuda dan dimotori atau digerakkan oleh mahasiswa sehingga tuntutan itu meluas yang meliputi:

1. Perubahan terhadap UUD 1945;
2. Penghapusan dwifungsi ABRI;
3. Penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, dan pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme);
4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah;
5. Mewujudkan kebebasan pers; dan 6. Mewujudkan kehidupan demokrasi

Akibat tuntutan reformasi tersebut, Presiden yang terpilih (Soeharto) menyatakan berhenti sebagai presiden pada tanggal 21 Mei 1998 dan dilantik Wakil Presiden (B.J. Habibie) sebagai presiden. B.J. Habibie sebagai presiden merasa kekuasaannya tidak mendapat dukungan dan legitimasi dari masyarakat. Kemudian, Presiden melakukan kesepakatan (politik) dengan pimpinan MPR untuk mempercepat pelaksanaan pemilu pada tahun 1999 yang seharusnya dilaksanakan tahun 2002. MPR hasil pemilu tahun 1999 mengembangkan ide untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945. Pertama-tama, gagasan untuk menerapkan prinsip pemisahan kekuasaan yang tegas antara cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial yang diwujudkan dalam pelembagaan organorgan negara yang sederajat sekaligus saling mengontrol dan mengimbangi satu sama lain (check and balance), di mana organ-organ negara tidak lagi terstruktur secara hierarkhi, tetapi terstruktur menurut fungsinya. Dalam rangka itu, struktur MPR digagaskan berubah menjadi dua kamar (bicameral) yang terdiri atas DPR dan DPD. Kedua kamar MPR tersebut secara bersama-sama tetap dapat disebut sebagai MPR.

Daftar Isi

Daftar Isi
Daftar Tabel
     Tabel I
     Tabel II
     Tabel III
     Tabel IV
     Tabel V
     Tabel VI
     Tabel VII
     Tabel VIII
Daftar Skema
     Skema I
     Skema II
     Skema III
     Skema IV
     Skema V
Daftar Singkatan
Bab I - Pendahuluan
     a. Latar Belakang Masalah
     b. Perumusan Masalah
     c. Tujuan Penelitian
     d. Manfaat Penelitian
     e. Kerangka Konseptual
     f. Metode Penelitian
          1. Pendekatan Masalah
          2. Sumber Bahan Hukum
          3. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
          4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Bab II - Dasar Legitimasi Teori Konstitusi Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 Terhadap Kekuasaan Kehakiman
     a. Konstitusi dan Paham Konstitusionalisme
          1. Lingkup Konstitusi
               a. Teori konstitusi
               b. Teori perubahan konstitusi
               c. Sistem dan prosedur perubahan UUD 1945
          2. Fungsi Konstitusi dalam Pembentukan Negara Kesatuan dan Negara Federal
               a. Konstitusi negara kesatuan dan kekuasaan kehakiman
               b. Konstitusi negara federasi dan kekuasaan kehakiman
          3. Sistem Konstitusi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi
          4. Perubahan UUD 1945 Menjadikan UUD 1945 Supra Konstitusional
          5. Perubahan UUD 1945 Mengubah Struktur Ketatanegaraan
     b. Kekuasaan Kehakiman di Indonesia Sebelum Perubahan UUD 1945
          1. Kekuasaan Kehakiman pada Masa Kemerdekaan
               a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1948
               b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964
          2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
     c. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945
          1. Landasan Filosofis Mahkamah Konstitusi
          2. Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945
          3. Mahkamah Konstitusi dan Penyelengaraan Kekuasaan Kehakiman
          4. Mahkamah Agung
          5. Komisi Yudisial
     d. Hubungan Antara Mahkamah Konstitusi Dengan Kekuasaan Negara Lainnya
          1. Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Badan Legislatif
          2. Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Badan Kekuasaan Kehakiman Lainnya (Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial)
          3. Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Kekuasaan Eksekutif
Bab III - Dasar Teoretis dan Yuridis Kewenangan Mahkamah Konstitusi
     a. Dasar Teoretis Kewenangan Mahkamah Konstitusi
          1. Karakter Kekuasaan dan Kewenangan
          2. Sumber Kewenangan
     b. Perbandingan Wewenang Menguji dan Lembaga yang Melakukan Pengujian di Beberapa Negara
          1. Wewenang Menguji yang Bersifat Sentralisasi dan Desentralisasi
          2. Wewenang Menguji Mahkamah Agung Menurut Konstitusi Amerika Serikat
          3. Wewenang Menguji Dewan Konstitusi Menurut Konstitusi Prancis
     c. Kedudukan, Alat Kelengkapan, dan Wewenang Menguji Mahkamah Konstitusi Menurut Konstitusi Republik Federal Jerman
          1. Kedudukan Mahkamah Konstitusi Sebagai Mahkamah dan Organ Konstitusi
          2. Organisasi dan Alat Kelengkapan Mahkamah Konstitusi Federal
          3. Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstitusi Federal
               a. Perkara impeachment (pemberhentian jabatan)
               b. Uji materiil undang-undang terhadap UUD
               c. Pembubaran partai politik
               d. Perselisihan mengenai hasil pemilihan umum
     d. Perkembangan Wewenang Menguji Mahkamah Konstitusi Menurut Konstitusi Korea Selatan
          1. Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi Korea Selatan
          2. Wewenang Mahkamah Konstitusi Korea Selatan
               a. Memeriksa konstitusionalitas suatu peraturan perundang-undangan
               b. Impeachment (pemberhentian jabatan)
               c. Dissolution of a political party (pembubaran partai politik)
               d. Sengketa antara lembaga negara
               e. Memeriksa petisi yang berkenaan dengan konstitusi
          3. Struktur Organisasi Mahkamah Konstitusi dan Perubahannya
               a. (Ketua) presiden dan hakim Mahkamah Konstitusi
               b. Dewan hakim
               c. Department of Court Administration (Departemen Administrasi Hakim)
     e. Landasan Yuridis Wewenang Mahkamah Konstitusi di Indonesia
          1. Dasar Wewenang MPR Membentuk Mahkamah Konstitusi
          2. Teori Pembagian Kekuasaan dalam Lingkungan Kekuasaan Kehakiman
          3. Teori Judicial Self-Restraint
          4. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengatur Kekuasaan
               a. Hukum acara disusun dan dilengkapi oleh hakim konstitusi
               b. Jenis putusan Mahkamah Konstitusi
               c. Jenis putusan Mahkamah Konstitusi menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
Bab IV - Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman Oleh Mahkamah Konstitusi di Indonesia
     a. Kedudukan dan Organisasi Mahkamah Konstitusi
          1. Mahkamah Konstitusi Bagian dari Kekuasaan Kehakiman
          2. Organisasi Mahkamah Konstitusi Kaitannya dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial
          3. Hakim-Hakim Mahkamah Konstitusi
               a. Prosedur pengangkatan hakim
               b. Komposisi hakim dalam memutus perkara
               c. Isi putusan yang berkaitan dengan implementasi eksekusi putusan
     b. Karakter Wewenang dan Lingkup Jenis Permohonan di Mahkamah Konstitusi dalam Hukum Positif Indonesia
          1. Karakter dan Jenis Permohonan yang Diperiksa Mahkamah Konstitusi
               a. Karakter tindak pidana
               b. Karakter hukum tata usaha negara
               c. Karakter sengketa perdata berkait dengan tanggung gugat pemerintah
               d. Karakter sengketa tata negara
     c. Jenis dan Pokok Permohonan di Mahkamah Konstitusi Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
          1. Pengujian Undang-Undang Terhadap UUD 1945
          2. Analisis Wewenang Mahkamah Konstitusi Menguji Undang-Undang Terhadap UUD 1945
               a. Ruang lingkup penggunaan wewenang
               b. Tanggung jawab dalam penggunaan wewenang
          3. Kedudukan Undang-Undang dalam Sistem TertibHukum di Indonesia
               a. Peraturan perundang-undangan setelah kemerdekaan
               b. Karakter teori Hans Kelsen tentang Stufenbau das Recht
               c. Karakter teori Hans Nawiasky tentang Stufenordnung der Rechtnormen
               d. Perubahan UUD 1945 tidak menganut teori Hans Kelsen dan teori Hans Nawiasky
               e. Analisis Ketetapan MPR Nomor III Tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-Undangan
                    1) Undang-Undang
                    2) Daya berlakunya undang-undang
                    3) Hukum yang lebih tinggi
                         a) Sistem Inggris
                         b) Sistem Prancis
                         c) Sistem Amerika Serikat
                         d) Sistem Jerman
                         e) Sistem Indonesia
                    4) Menguji undang-undang yang normanya bersifat umum
                    5) Hak menguji undang-undang yang normanya bersifat konkret
     d. Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang Kewenangannya Diberikan Oleh UUD 1945
          1. Analisis Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Memutus Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang Kewenangannya Diberikan oleh UUD 1945
          2. Ruang Lingkup Kewenangan Lembaga UUD 1945 dan Lembaga Negara Menurut UUD 1945
     e. Memutus Pembubaran Partai Politik dan Perselisihan Tentang Hasil Pemilu
          1. Pembubaran Partai Politik Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
          2. Analisis Terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Mengenai Pembubaran Partai Politik
          3. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
          4. Analisis Terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
     f. Presiden dan/atau Wakil Presiden Terbukti Telah Melakukan Pelanggaran Hukum dan Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran Oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
          1. Memberi Putusan Atas Usul Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden Menurut UUD 1945
          2. Karakter Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden Sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945
               a. Hak menguji undang-undang dan proses penggantian presiden menurut Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949
               b. Hak menguji undang-undang dan proses penggantian presiden menurut Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950
          3. Kontrol Yuridis Mahkamah Konstitusi Atas Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden Menurut Perubahan UUD 1945
          4. Perbedaan Jenis Perbuatan Hukum yang Terumus dalam Pasal 7A dengan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945
          5. Makna Arti Putusan Bersifat Final dari Mahkamah Konstitusi
Bab V - Penutup
     a. Simpulan
Daftar Bacaan

Kutipan

Bab I Hal. 9
Berdasarkan pengalaman kenegaraan tersebut, pada satu sisi tampaknya MPR terlalu luas wewenangnya, bahkan tidak terbatas dengan cara memasukkan wewenang itu ke dalam tata tertib MPR, justru bertentangan dengan UUD 1945.(3)

(3) Harun Alrasid, Jawa Pos, 9 Agustus 2001, h. 2. MPR seenaknya menambahnambah wewenangnya yang dimuat dalam tata tertib MPR dan dalam bentuk ketetapan, padahal Ketetapan MPR itu hanya bersifat einmalig, hanya sekali berlaku untuk hal tertentu saja.

Bab II Hal. 69
Pertama, kata itu dipergunakan untuk menggambarkan seluruh sistem ketatanegaraan suatu negara, kumpulan peraturan-peraturan yang didasari dan mengatur atau mengarahkan pemerintahan, peraturan itu sebagian bersifat legal dan sebagian bersifat nonlegal atau ekstralegal, berupa kebiasaan, persetujuan, adat, atau konvensi, sesuatu yang tidak diakui oleh pengadilan sebagai hukum, tetapi tidak kalah efektifnya dalam mengatur pemerintahan dibandingkan dengan apa yang secara baku disebut hukum.
Kedua, merupakan hasil seleksi dari peraturan-peraturan yang biasanya terwujud dalam satu dokumen atau dalam beberapa dokumen yang terkait secara erat dan bersifat tertulis.(2)

(2) K.C. Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern, Pustaka Eureka, Surabaya, 2003, h. 1—3.

Bab IV Hal. 314
Fungsi kanalisasi konstitusi dalam arti memberikan saluran penyelesaian masalah politik dan hukum. Di sini konstitusi dipandang merupakan politico-legal document (dokumen hukum dan politik) yang materi muatan atau substansinya bersifat makro, berbeda dengan undang-undang yang bersifat meso, serta peraturan pemerintah dan keputusan badan atau pejabat tata usaha negara yang bersifat mikro.(2)

(2) I Dewa Gede Atmadja, Kontroversi Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Analisis Perundang-undangan dan Implikasi Yuridis, Makalah Diskusi Panel di Universitas Udayana, Denpasar Bali, Tanggal 15 Mei 2002, h. 1—2.