Tampilkan di aplikasi

Buku Citra Aditya hanya dapat dibaca di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.

Hukum Pidana Pajak Indonesia

1 Pembaca
Rp 21.000 50%
Rp 10.500

Patungan hingga 5 orang pembaca
Hemat beli buku bersama 2 atau dengan 4 teman lainnya. Pelajari pembelian patungan disini

3 Pembaca
Rp 31.500 13%
Rp 9.100 /orang
Rp 27.300

5 Pembaca
Rp 52.500 20%
Rp 8.400 /orang
Rp 42.000

Perpustakaan
Buku ini dapat dibeli sebagai koleksi perpustakaan digital. myedisi library

Pada hakikatnya, kerelaan membayar pajak tidak memiliki sifat patriotis layaknya membela kedaulatan negara secara fisik. Tidak ada patung atau jalan protokol yang dibuat atau dinamai untuk mengenang seorang pembayar pajak paling taat. Sebaliknya, setiap rupiah yang dibayarkan sebagai pajak akan mengurangi kemampuan ekonomis seseorang sebesar satu rupiah juga. Pada satu sisi, tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa setiap orang ingin mengurangi sebesar mungkin beban pajak yang harus ditanggungnya. Upaya tersebut kadang di · lakukan tanpa memperhatikan atau mengindahkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Akibatnya, seseorang dapat terjerumus pada tindak pidana pajak yang diancam dengan sanksi penjara dan denda.

Di sisi lain, dari tahun ke tahun, postur keuangan negara menghendaki peningkatan penerimaan pajak. Kepatuhan wajib pajak menjadi permasalahan klasik yang melatarbelakangi shortfall penerimaan pajak dari tahun ke tahun, di samping indikator perekonomian nasional dan global. Namun demikian, mengharapkan kepatuhan wajib pajak hanya dari upaya sosialisasi seperti penyuluhan dan reklame sama nilainya dengan membiarkan keuangan negara menuju kehancuran. Tidak ada cara lain bagi pemerintah untuk mendorong penerimaan pajak selain mengintensifkan penegakan hukum, terutama pemberantasan tindak pidana pajak. Globalisasi perekonomian tidak hanya menciptakan tantangan bagi pemerintah dalam memberantas tindak pidana pajak, namun juga peluang. Kemut akhiran wajib pajak dalam menerapkan metode penghindaran dan pengelakan pajak mendapatkan perlawanan serius dari negara-negara di dunia melalui kerjasama pertukaran informasi di bidang perpajakan.

Buku ini berupaya memberikan pengantar bagi pembaca mengenai tindak pidana pajak yang diatur pada peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan di Indonesia. Selain itu, buku ini membahas beberapa skema penghindaran pajak yang telah diantisipasi oleh pemerintah. Terakhir, pemberantasan tindak pidana pajak akan ditinjau dari upaya-upaya kontemporer yang dilakukan oleh negara-negara di dunia.

Ikhtisar Lengkap   
Penulis: Adrianto Dwi Nugroho, S.H., Adv., LL.M.
Editor: Rusmanto

Penerbit: Citra Aditya
ISBN: 9789794911051
Terbit: Oktober 2017 , 90 Halaman










Ikhtisar

Pada hakikatnya, kerelaan membayar pajak tidak memiliki sifat patriotis layaknya membela kedaulatan negara secara fisik. Tidak ada patung atau jalan protokol yang dibuat atau dinamai untuk mengenang seorang pembayar pajak paling taat. Sebaliknya, setiap rupiah yang dibayarkan sebagai pajak akan mengurangi kemampuan ekonomis seseorang sebesar satu rupiah juga. Pada satu sisi, tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa setiap orang ingin mengurangi sebesar mungkin beban pajak yang harus ditanggungnya. Upaya tersebut kadang di · lakukan tanpa memperhatikan atau mengindahkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Akibatnya, seseorang dapat terjerumus pada tindak pidana pajak yang diancam dengan sanksi penjara dan denda.

Di sisi lain, dari tahun ke tahun, postur keuangan negara menghendaki peningkatan penerimaan pajak. Kepatuhan wajib pajak menjadi permasalahan klasik yang melatarbelakangi shortfall penerimaan pajak dari tahun ke tahun, di samping indikator perekonomian nasional dan global. Namun demikian, mengharapkan kepatuhan wajib pajak hanya dari upaya sosialisasi seperti penyuluhan dan reklame sama nilainya dengan membiarkan keuangan negara menuju kehancuran. Tidak ada cara lain bagi pemerintah untuk mendorong penerimaan pajak selain mengintensifkan penegakan hukum, terutama pemberantasan tindak pidana pajak. Globalisasi perekonomian tidak hanya menciptakan tantangan bagi pemerintah dalam memberantas tindak pidana pajak, namun juga peluang. Kemut akhiran wajib pajak dalam menerapkan metode penghindaran dan pengelakan pajak mendapatkan perlawanan serius dari negara-negara di dunia melalui kerjasama pertukaran informasi di bidang perpajakan.

Buku ini berupaya memberikan pengantar bagi pembaca mengenai tindak pidana pajak yang diatur pada peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan di Indonesia. Selain itu, buku ini membahas beberapa skema penghindaran pajak yang telah diantisipasi oleh pemerintah. Terakhir, pemberantasan tindak pidana pajak akan ditinjau dari upaya-upaya kontemporer yang dilakukan oleh negara-negara di dunia.

Ulasan Editorial

Buku ini sangat baik dan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa ataupun umum

PT Citra Aditya Bakti

Pendahuluan / Prolog

Perlawanan Pajak
Dalam beberapa literatur, tindak pidana pajak dikategorikan sebagai salah satu bentuk perlawanan Wajib Pajak (selanjutnya WP), khususnya perlawanan aktif. R. Santoso Brotodihardjo mendefinisikan perlawanan aktif WP sebagai semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan maksud untuk menghindari pajak. Sementara itu, perlawanan pasif mencakup hambatan-hambatan pemungutan pajak yang disebabkan oleh struktur ekonomi, intelektualitas dan moral penduduk, serta teknik pemungutan pajak yang dilakukan oleh suatu Negara. Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa pembedaan jenis perlawanan WP yang demikian tidak tepat, karena:

a) Pemerintah memiliki kewenangan yang luas untuk dapat menyelaraskan sistem perekonomian yang dianut oleh Negara dengan pengawasan di bidang keuangan Negara, khususnya pengawasan terhadap pemungutan pajak;

b) pungutan pajak dapat dipaksakan secara yuridis dan Pemerintah memiliki kewenangan yang luas dalam mengamankan penerimaan pajak; dan

c) selain menerapkan sistem pemungutan pajak secara self assessment, Pemerintah juga dapat memungut pajak secara official assessment dan withholding system, sehingga tidak menggantungkan penerimaan pajak pada kepatuhan pajak dari WP saja. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, perlawanan WP lebih tepat dibedakan menjadi penghindaran pajak dan pengelakan pajak.

Penulis

Adrianto Dwi Nugroho, S.H., Adv., LL.M. - Sarjana Hukum (2004), Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) -Master of Advanced Studies in International Tax Law (2008), International Tax Center, Rijks Universiteit Leiden. Dosen pada Departemen Hukum Pajak FH UGM

Daftar Isi

Daftar Isi
Daftar Gambar
Bab 1 - Pendahuluan
     A. Perlawanan Pajak
     B. Sanksi Administrasi dalam Penegakan Hukum Pajak
     C. Definisi dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Pajak
Bab 2 - Tindak Pidana Pajak
     A. Dasar Hukum dan Letak Pengaturan Tindak Pidana Pajak di Indonesia
     B. Subjek Hukum Pidana Pajak
     C. Jenis-jenis Tindak Pidana Pajak
Bab 3 - Pemeriksaan, Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Pajak
     A. Pemeriksaan Pajak
     B. Penyidikan Tindak Pidana Pajak
     C. Penuntutan Tindak Pidana Pajak
Bab 4 - Penghindaran Pajak
     A. Thin Capitalization Rule
     B. Controlled Foreign Corporation (CFC) Rule
     C. Interest Stripping Rule
     D. Special Purpose Company dan Conduit Company Rule
     E. Pengalihan Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri sebagai Biaya
     F. Hubungan Istimewa
Bab 5 - Pengantar Singkat Penentuan Harga Transfer (Transfer Pricing)
     A. Prinsip Kelaziman dan Kewajaran Usaha (Arm's Length Principle)
     B. Pengaturan Penentuan Harga Transfer di Indonesia
     C. Metode-metode Penentuan Harga Transfer
     D. Dokumentasi Penentuan Harga Transfer
Daftar Pustaka

Kutipan

Bab 1 Halaman 3
Selain itu, Merks juga mengemukakan elemen-elemen penghindaran pajak yang disepakati Negara-Negara OECD dan dituangkan dalam OECD Report  yang disebutkan diatas, yaitu: (1) almost invariably there is present an element of artificiality to it or, to put this another way, the various arrangements in a scheme do not have a business or economic aims as their primary purpose; (2) secrecy may also be a feature of modern avoidance; (3) tax avoidance often takes advantage of loopholes in the law or of applying legal provisions, for purposes for which they were not intended.

Sementara itu, IBFD  mendefinisikan tax avoidance sebagai:
(...) While the expression may be used to refer to "acceptable" forms of behavior, such as tax planning, or even the abstention from consumption, it is more often used in a pejorative sense to refer to something considered "unacceptable", or "illegitimate" (but not in general "illegal"). In other words, tax avoidance is often within the letter of the law but against the spirit of the law. It generally contains elements of artificiality
(...) Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan beberapa karakteristik penghindaran pajak yang membedakannya dengan pengelakan pajak. Pertama, dalam penghindaran pajak, utang pajak (tax liability) belum timbul, karena kewajiban subjektif dan/atau kewajiban objektifnya belum terpenuhi. Kedua, tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban tersebut dilakukan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan (abusive) dari peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan namun tidak dikategorikan sebagai tindak pidana. Penghindaran pajak dilakukan dengan memanfaatkan celah-celah hukum yang tedapat dalam peraturan tersebut atau bahkan yang terdapat dalam konsep dan rasionalisasi adanya kebijakan-kebijakan di bidang perpajakan. Ketiga, pemanfaatan celah-celah hukum tersebut memuat elemen artificiality atau buatan, sehingga tidak mencerminkan keadaan ekonomis yang sebenarnya.

Bab 2 Halaman 15
Pengaturan tindak pidana pajak yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dimungkinkan berdasarkan Pasal 103 KUHP. Pasal tersebut berbunyi:

"Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain."

Konsekuensinya, delik-delik pidana di bidang perpajakan yang secara khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan akan berlaku, walaupun KUHP pada saat yang sama mengatur perihal tindak pidana yang serupa, sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generalis. Pengaturan ganda tersebut dapat dilihat, antara lain, dalam pengaturan mengenai tindak pidana pemalsuan (Pasal 263 KUHP) dan pelanggaran ketentuan mengenai rahasia jabatan (Pasal 322 KUHP). Apabila kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan di bidang perpajakan, maka akan diancam sanksi pidana berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf f dan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU KUP. Perlu diketahui bahwa terhadap kejahatan tertentu, yaitu mengenai pemerasan yang dilakukan oleh aparat pajak, ketentuan dalam UU KUP (Pasal 36A ayat (3)) menunjuk kembali ketentuan dalam KUHP (Pasal 368) untuk menindak kejahatan tersebut.