Sektor Tambang Masih Lesu, Konstruksi Lebih Cerah
Ada antusiasme yang tidak dapat disembunyikan tatkala Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbicara lugas tentang pembangunan infrastruktur lima tahun ke depan dalam pidato pelantikannya, Minggu (20/10). Intinya, pembangunan infrastruktur akan dilanjutkan untuk mendukung aktivitas masyarakat, termasuk untuk mendukung pengembangan perekonomian dan kemudahan aksesibilitas.
Yang akan dibangun adalah infrastruktur yang menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, yang mendongkrak lapangan kerja baru dan yang mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat. Pembangunan infrastruktur menggerakkan banyak perubahan di tengah masyarakat Indonesia.
Sentra-sentra ekonomi baru mulai bermunculan di berbagai daerah seiring dengan makin terbukanya akses ke daerah-daerah itu melalui jalur darat, laut maupun udara. Kalau proyek-proyek infrastruktur itu tersebar di berbagai daerah lain, dan tidak hanya terfokus di Jawa, maka perubahan yang dihasilkan akan luar biasa, yakni Indonesia akan semakin maju.
Tidak heran bahwa melanjutkan pembangunan infrastruktur pasca kembali terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia merupakan kebijakan yang ditunggu-tunggu berbagai kalangan, termasuk para kontraktor dan pebisnis alat berat konstruksi. Semenjak negara ini larut dalam hiruk pikuk pesta demokrasi hingga kuartal ketiga tahun 2019, tidak sedikit proyek infrastruktur yang pengerjaannya tersendat.
Kondisi tersebut memiliki efek yang menjalar ke mana-mana. Misalnya, kontraktor-kontraktor terancam kehilangan pekerjaan. Demi efisiensi operasi, mereka akan membatasi jumlah alat yang beroperasi. Investasi unit-unit baru dikurangi, dan bahkan ditangguhkan sama sekali.
Bisnis rental alat akan mati suri karena pasar menurun. Jika makin banyak alat yang idle, kinerja perusahaan keuangan, terutama leasing dan juga perbankan, terusik juga karena pembayaran cicilan terbengkelai, dan masih banyak rentatan dampak ikutan lainnya.
Dengan kembali menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai salah satu prioritas pembangunan pemerintah dalam lima tahun ke depan, hal ini jelas berdampak positif bagi industri konstruksi dan bisnis-bisnis pendukungnya seperti bisnis jual beli maupun penyewaan alat berat konstruksi, meski tidak ada jaminan permintaan barang-barang modal itu akan meningkat.
Mengapa? Sektor usaha yang paling aktif menggerakkan pasar alat berat di Indonesia bukan konstruksi, tetapi pertambangan. Hingga kini kondisi industri tambang, khususnya batubara, masih lesu, dan belum ada tanda-tanda akan segera bangkit dari keterpurukannya.
Hal ini menjadi tantangan berat bagi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Beberapa analis memprediksikan pemerintahan Joko Widodo – Ma’aruf Amin akan menghadapi tantangan berat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode kedua pemerintahannya karena beberapa faktor.
Dari segi eksternal, perang dagang antara Amerika Serikat dan China memicu perlambatan ekonomi global. Kalau masih berlanjut, perekonomian Indonesia akan ikut terimbas oleh ancaman resesi global itu. Dari sisi internal, pemerintah juga harus bekerja keras untuk meningkatkan kinerja ekspor dan menarik investasi yang lebih besar.
Batubara merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia yang pasarnya selama sekitar tiga tahun terakhir bergejolak karena permintaannya menurun. China, sebagai salah satu negara tujuan ekspor Indonesia, mengalami perlambatan ekonomi akibat perang dagang tersebut.
Tekanan permintaan itu membuat harga komoditas diperkirakan masih relatif rendah dalam beberapa tahun ke depan, kecuali kalau pemerintah terus menggenjot hilirisasi sehingga Indonesia mempunyai nilai tambah yang besar dalam rantai pasok global dan meningkatkan penyerapan pasar dalam negeri.
Namun, dibandingkan pertambangan, sektor konstruksi masih lebih cerah tahun depan karena tertolong oleh program infrastruktur pemerintah, meski konstruksi yang besar-besar diperkirakan akan berkurang.