Covid-19 & kerisauan industri alat berat
Dampak destruktif pandemi Covid-19 semakin menggerogoti berbagai industri, termasuk industri alat berat. Setelah sekitar dua bulan dipaksa - berdiam diri di rumah atau tetap beraktivitas dengan banyak pembatasan untuk industriindustri tertentu, krisis ini bisa melumpuhkan pertumbuhan pasar barang-barang modal ini.
Saat ini sektor-sektor yang menjadi andalan operasi alat berat sedang mati suri. Proyekproyek konstruksi berhenti. Banyak usaha tambang juga menghentikan operasi mereka. Kondisi ini menyebabkan daya serap alat berat rendah, bahkan sangat rendah. Penjualan unit-unit baru stagnan, yang mengakibatkan penurunan drastis kapasitas produksi alat-alat baru.
Jual beli alat bekas (used equipment) sepi peminat, demikian juga bisnis rental. Bahkan selama masa pandemi ini jumlah alat bekas makin meningkat karena para pemilik alat yang kesulitan likuiditas (cash flow) cenderung melepas aset (peralatan) mereka.
Komatsu Indonesia, yang beruntung karena diijinkan untuk tetap beroperasi di tengah musim pandemi ini meski dengan banyak pembatasan, harus melakukan revisi target produksi tahun ini karena waktu kerja sudah berkurang separuhnya. Sesuai dengan peraturan pemerintah untuk kebijakan industri strategis, perusahaan ini menerapkan kebijakan Work from Home (WfH) dan 50% kehadiran dari tiap karyawannya.
Hambatan lainnya adalah tersendatnya rantai pasokan. Beberapa suplier Komatsu Indonesia tidak mengantongi ijin khusus untuk tetap beroperasi dari Kementrian Perindustrian. Hal itu membuat pasokan beberapa komponen cenderung terhambat. Beberapa komponen yang dipasok oleh grup Komatsu global juga tersendat.
Kendala-kendala serupa dihadapi oleh pabrikan-pabrikan alat berat lainnya, seperti Sakai Indonesia dan PT Hitachi Construction Machinery Indonesia (HCMI). Sakai Indonesia, selain merevisi target produksi, menangguhkan rencana peluncuran produk-produk baru. Sementara HCMI menangguhkan proses pembuatan beberapa model alat.
Krisis kesehatan global ini juga sudah menguras pendapatan perusahaan-perusahaan kontraktor baik di bidang konstruksi maupun pertambangan. Meskipun secara umum perusahaan-perusahaan ini tetap beroperasi dengan berbagai protokol kesehatan, tetapi tidak bisa dihindari pelemahan ekonomi Indonesia selama kuartal pertama 2020 yang hanya tumbuh 2,97% ikut dirasakan dampaknya oleh perusahaan-perusahaan kontraktor ini.
Namun, di tengah paparan badai Covid-19 itu, ada khabar baik untuk para pelaku industri tambang. Pemerintah dan DPR memberikan kepastian investasi bagi para pelaku bisnis pertambangan di Indonesia dengan mengesahkan revisi Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara. Terlepas dari berbagai pro dan kontra, bagi pengusaha-pengusaha pertambangan undang-undang ini memberikan kepastian investasi jangka panjang.
Namun, di atas semuanya, yang terpenting sekarang adalah upaya kita semua, seluruh anak bangsa, untuk mengendalikan laju penularan Covid-19 di Indonesia dengan mematuhi protokol kesehatan yang diatur oleh Pemerintah. Ini adalah kunci agar badai ini cepat berlalu dan kita bisa kembali ke kehidupan normal, meski tidak senormal seperti sebelumnya.