Berkah Harga Batubara yang Hanya Sementara
Industri alat berat Indonesia mulai merasakan dampak positif dari kenaikan harga batubara di tengah pandemi Covid-19 yang masih terus mengancam. Salah satu indikatornya adalah lonjakan penjualan mesinmesin tambang dari perusahaan-perusahaan distributor. Hingga kuartal ketiga tahun 2021 ini, hampir semua pemain mencatat pendapatan penjualan yang mengagumkan.
PT United Tractors Tbk, contohnya, membukukan pendapatan bersih sebesar Rp57,8 triliun atau naik sebesar 24% dari Rp46,5 triliun pada periode yang sama tahun 2020. Seiring dengan peningkatan pendapatan bersih, laba bersih Perseroan meningkat 46% menjadi Rp7,8 triliun dari sebelumnya sebesar Rp5,3 triliun pada 2020. Kenaikan pendapatan tersebut disumbangkan oleh berbagai segmen usaha, yaitu segmen Kontraktor Penambangan (42%), Mesin Konstruksi (27%), Pertambangan Batu Bara (18%), Pertambangan Emas (11%) dan Industri Konstruksi (2%).
PT Kobexindo Tractors Tbk berhasil membukukan lonjakan pendapatan sebesar 154% menjadi US$89,48 juta dibandingkan periode yang sama tahun 2020, yakni sebesar US$35,20 juta. Kenaikan pendapatan yang signifikan ini ditopang oleh pertumbuhan penjualan segmen unit alat berat sebesar US$48,96 juta, menjadi US$68,55 juta pada tahun 2021 ini. Segmen unit alat berat merupakan kontributor terbesar 76,61% di antara segmen lainnya, yakni segmen suku cadang, segmen jasa perbaikan dan kontraktor pertambangan dan terakhir segmen sewa yang terdiri dari sewa alat berat dan sewa bangunan.
Perusahaan-perusahaan distributor lain seperti PT Hexindo Adiperkasa Tbk dan PT Intracopenta Tbk juga mematok target pendapatan yang tinggi dari penjualan mesin-mesin tambang. Bahkan beberapa pemain alat yang tadinya menggarap mesin-mesin kelas menengah ke bawah, sekarang makin fokus memasarkan big machines, seperti yang dilakukan oleh Hyundai Construction Equipment, yang baru-baru ini memperkenalkan excavator R1250-9 (125 ton), di samping beberapa excavator tambang yang lebih kecil.
Kegiarahan pasar barang-barang modal tersebut menunjukkan bahwa menguatnya harga batubara mampu memanasi mesin-mesin tambang. Namun, apakah kondisi ini masih berlanjut hingga tahun 2022 dan seterusnya? Pertanyaan ini muncul karena adanya perkiraan bahwa harga komoditas yang menguat hanya bersifat sementara mengingat saat ini batubara sedang dalam posisi terjepit karena berada di bawah tekanan untuk dihentikan penggunaannya.
Dalam KTT iklim COP26 baru-baru ini 40 negara telah sepakat untuk menghentikan operasi pembangkit-pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap. Kesepakatan itu mencakup 18 negara yang berjanji untuk menghapus atau menghentikan investasi untuk pembangkit- pembangkit listrik tenaga batu bara baru di dalam dan luar negeri untuk pertama kalinya. Meski upaya untuk menghentikan pemakaian batubara masih berproses, namun para pemain peralatan tambang perlu mengantisipasi dampaknya terhadap masa depan bisnis mereka.