Dorong Pertumbuhan Alat Berat Listrik
Desakan untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan semakin kuat dewasa ini. Kerusakan lingkungan yang memicu perubahan iklim dipicu oleh pembangunan yang tidak ramah lingkungan itu. Semburan gas buang kendaraan bermotor, termasuk alat berat/konstruksi dan pembangkit listrik bertenaga batu bara menimbulkan polusi udara akut seperti yang sedang terjadi di kawasan Jabodetabek dan kota-kota lainnya di Indonesia. Belum lagi kerusakan yang disebabkan oleh persoalan-persoalan lain seperti pembabatan dan kebakaran hutan dan masih banyak lagi yang lainnya.
Kondisi kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini mendorong kita untuk bertindak sekarang juga dan bukan terus berwacana tanpa langkah nyata. Khabar baiknya adalah di sektor otomotif dan alat berat, para produsen sudah menawarkan solusi untuk menekan dampak polusi itu. Di sektor otomotif, kendaraan-kendaraan listrik semakin menjadi tren. Tidak ketinggalan di sektor alat berat, makin banyak pabrikan yang mengeluarkan produk-produk elektrik, seperti yang dilakukan Volvo Construction Equipment (Volvo CE) dan produsen-produsen alat berat terkemuka lainnya.
Bahkan alat berat Volvo ini sudah hadir di Indonesia. Problemnya sekarang adalah bagaimana mendorong penggunaan mesin-mesin ramah lingkungan ini pada berbagai proyek. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu mencari tahu mengapa kehadiran mesin-mesin yang mengkonsumsi bahan bakar alternatif itu belum direspons positif. Bandingkan tanggapan konsumen ketika kendaraan-kendaraan elektrik mulai masuk pasar. Rasa ingin tahu publik sangat tinggi dan mereka benar-benar girang.
Salah satu alasan mengapa alat berat elek trik belum direspon pasar Indonesia adalah karena harganya masih mahal. Konon, belanja modalnya beberapa kali lipat dibandingkan dengan alat berat bertenaga diesel dari model yang sama. Hal ini membuat para kontraktor dan/atau pemilik alat masih ogah belanja alat berat listrik. Mereka akan membayar harga yang jauh lebih mahal dibandingkan alat berat diesel.
Tantangan serupa sebetulnya terjadi pada kendaraan listrik, termasuk sepeda motor listrik. Namun, kondisinya berbeda karena pemerintah Indonesia dengan cepat mengambil kebijakan untuk memberikan insentif berupa potongan harga. Untuk sepeda motor listrik, misalnya, subsidinya mencapai sekitar Rp 7 juta. Sementara untuk mobil listrik, potongan harganya sekitar Rp 70 hingga 80-an juta.
Bagaimana dengan alat berat elektrik? Sejauh ini belum ada respons dari pemerintah. Padahal populasi alat konstruksi yang bekerja di sektor konstruksi tidak sedikit. Belum lagi kalau digabungkan dengan alat-alat tambang yang pupulasinya sudah bejibun di berbagai lokasi tambang. Kita perlu berguru pada beberapa negara tetangga. Di Thailand, misalnya, pemerintah memberikan insentif hingga 20 persen untuk alat konstruksi elektrik. Di Singapura insentifnya sekitar 15 persen. Bahkan di negara-negara Skandinavia potongan harganya bisa sampai 40 persen.
Kebijakan-kebijakan seperti apa yang perlu diambil pemerintah untuk mendorong pertumbuhan pasar peralatan konstruksi listrik di Indonesia? Apakah pemerintah Indonesia berani dan mampu memberikan insentif berupa potongan harga untuk memancing minat konsumen terhadap mesin-mesin yang ramah lingkungan ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dan berbagai isu lain seputar industri alat berat akan dibahas dalam acara Dealer Summit yang diselenggarakan oleh Majalah Equipment Indonesia bersama PT Pamerindo Indonesia pada hari Jumat, 15 September 2023 di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta. Acara ini merupakan satu rangkaian dari Mining & Construction Indonesia Expo yang diselenggarakan selama empat hari, 13-16 September 2023.