Masih liburan? Mulai mati gaya gara-gara uang jajan menipis, sehingga musti mulai ngirit nggak bisa kelayapan sembarangan? Atau mati gaya gara-gara serial favorit macam The Flash, Arrow, Daredevil atau Game of Thrones udah masuk season finale semua? Kasian. Eh, maksudnya, tenang dulu boi. Masih ada cara lain yang bisa kamu tempuh buat ngisi liburan sekalian nunggu bedug, buat yang kebetulan ngejalanin ibadah Ramadhan. Pasti kenal yang namanya buku, dong? Nah. Bisa kali tuh dikencani lagi selama liburan. Nggak usah yang berat- berat lah. Fiksi, komedi, atau apapun rasanya bisa cukup mengasikkan buat ditengok lagi jadi teman selama liburan.
Salah satu yang konon bikin baca buku itu lebih mengasikkan daripada nonton film adalah, buku nggak ngasih batasan terhadap ruang imajinasi kita sebagai pembacanya. Terutama fiksi. Beda dengan film yang secara visual sudah merupakan hasil penerjemahan sang sutradara. Gampangnya gini deh. Kalo kamu sering googling sebelum sebuah film hasil adaptasi dari buku dibuat atau diproduksi, hampir dipastikan ada perdebatan di kalangan pembacanya. Minimal soal pemeran tokoh utama. Ada yang cocok imajinasinya dengan pilihan sutradara, ada juga yang nggak suka. Itu lantaran di buku ngasih ruang yang nggak terbatas buat kita sebagai pembaca buat ngebayangin seperti apa tampang sang tokoh utama. Sehingga ya kita sendiri yang membentuk semua itu. Itu yang disebut sama orang tua-tua, sebagai theater of mind. Sebuah teater yang sangat personal sekaligus bebas.
Itu pula alasan yang bikin kami sepakat buat menghadirkan berbagai karya fiksi di edisi kali ini. Minimal supaya bisa nemenin liburan panjang kamu. Tapi, siapa tahu juga bisa menginspirasi atau memicu imajinasi kamu untuk membuat karya yang serupa. Bahkan yang jauh lebih oke di kemudian hari.
Ya kan?