Kalau nggak mampu menjadi orsinil, jadilah modifikator. Kalimat ini sudah beberapa minggu belakangan nempel melulu di benak saya. Dan semakin hari, kalimat ini makin masuk akal. Ya. Kalau mau dilihat-lihat lagi, praktis nggak ada lagi yang bisa disebut benar-benar orisinal di muka Bumi. Dengan sekian milyar manusia yang berserakan di seluruh penjuru dunia, kemungkinan untuk menjadi orisinil menjadi sangat tipis. Terlebih dengan terbukanya akses informasi yang bikin hampir tiap kita kayak gelagapan (bahkan kelelahan) mencerna arus informasi tiap harinya. Membuat nyaris nggak ada satupun ide saat ini yang bisa dibilang asli muncul dari satu individu.
Dari kondisi macam inilah kemudian konsep modifikasi jadi sangat masuk akal. Posisinya nggak “sehina” penjiplakan, tapi juga nggak “semulia” invention alias penemuan. Apalagi sudah sering terbukti bahwa jurus modifikasi itu sangat ampuh untuk bisa survive di persaingan kayak sekarang. Sebegitu ampuhnya, sampai seringkali orang lupa bahwa yang dilakukan itu hanya sekedar memodifikasi, bukan menemukan.
Praktis hampir semua produk yang bersentuhan sama kita sekarang ini lahir dari modifikasi ide. Yang membedakan pada akhirnya adalah kecanggihan serta kejelian si modifikator memberi sentuhan tertentu pada modifikasinya. Kecanggihan dan kejelian inilah juga yang kemudian membedakan modifikator dengan sekedar plagiator. Begitu?