Kesederhanaan jalan pintas menuju keindahan. Saya pernah berbincang bersama Osrifoel Oesman, seorang arsitek dan arkeolog. Lelaki berkumis hitam yang kerap berbusana serba hitam itu pernah melakukan studi rekonstruksi rumah zaman Majapahit. Penelitiannya berdasar pada temuan struktur bangunan yang diekskavasi oleh tim arkeolog di Trowulan, Mojokerto.
Menurut Osrifoel, berdasarkan temuan dalam relief candicandi semasa, permukiman zaman Majapahit itu seperti kaveling yang terdiri atas kelompok rumah-rumah dalam satu tembok keliling. Dia merekonstruksi arsitektur rumah dari salah satu tapak rumah yang berhasil disingkap. Hasilnya, sebuah rumah mungil. “Sekitar dua belas meter persegi,” ujar Osrifoel saat menjelaskan luas rumah hasil rekonstruksinya. “Arsitektur Majapahit ini masih bisa ditemui padanannya dengan rumahrumah tradisi di Bali.”
Hunian dalam tradisi tropis seperti Indonesia biasanya berukuran kecil karena menghadapi iklim yang lebih ramah dibandingkan rumah-rumah di iklim empat musim. “Arsitektur kita itu arsitektur halaman,” ungkapnya. “Fungsi rumah itu hanya untuk tidur.” Suatu ketika, saya berkesempatan mengunjungi sebuah rumah dalam lingkungan desa adat Pengotan di pinggang Gunung Batur. Rumah itu mirip dengan rumah Majapahit hasil rekonstruksi Osrifoel. Dindingnya dari anyaman bambu.
Saat membuka pintunya, saya hanya menjumpai satu ruangan tanpa sekat yang multifungsi: perapian atau dapur yang diapit oleh dua bale-bale bambu. Bale-bale itu tampaknya tidak hanya berfungsi untuk tidur, tetapi juga bisa berfungsi untuk aktivitas lain. Di atas kedua bale-bale itu terdapat semacam rak bambu untuk menyimpan persediaan hasil kebun. Rumah itu juga memiliki bukaan yang cukup.
Zaman telah berganti. Kita tinggalkan sejenak hunian Bali yang mungil tadi. Hari ini, banyak hunian mungil tumbuh di kawasan urban sebagai salah satu jawaban terbatasnya lahan. Menjamurnya hunian mungil juga dipengaruhi oleh peradaban Internet of Things (IoT). Kini, sebagian dari kita tidak membutuhkan perpustakaan di rumah karena munculnya bentuk buku-buku eletronik, tumpukan album foto keluarga yang menjelma menjadi tayangan multimedia, hingga peranti elektronik yang kian ringkas dan multifungsi.
Saya mencoba membandingkan antara fungsi ruang hunian tradisi era klasik dan hunian urban modern. Tentu saja, hunian pada dua era yang berbeda memiliki konteks kebutuhan yang berbeda pula. Namun, kita bisa mengambil kearifan bagaimana menyiasati hunian di lahan mungil. Pelajaran pertama, penghuni mengoptimalkan penggunaan ruang multifungsi atau meminimumkan dinding pembatas antarruang.
Kita pun bisa merancang kegiatan memasak, mencuci, bersantap, dan bekerja dalam ruang seluas kurang dari lima meter persegi. Kedua, furnitur multifungsi yang didesain menyesuaikan dengan keadaan rumah. Ketiga, cahaya dan udara cukup menjangkau seisi rumah. Selain tiga perkara tadi, sejatinya pemilik rumah minimalis juga harus konsisten menerapkan gaya hidup minimalis untuk mengoptimalkan ruang.
Kekeliruan yang kerap kita jumpai sebagai penghuni rumah minimalis adalah pemilihan furnitur yang berfungsi tunggal. Akibatnya, ruangan tampak dijejali furnitur. Padahal, furnitur multifungsi adalah kunci. Kita bisa menyiasatinya dengan memesan furnitur yang sesuai dengan dimensi interior rumah. Pada edisi ini kami memberikan kiat memesan furnitur untuk rumah mungil Anda. Jenis material dan dimensi pun bisa Anda sesuaikan atas nama anggaran dan keindahan.
Ada kalanya penghuni sudah siap bergaya hidup minimalis, namun pengembang tampak tidak siap dalam menerapkan arsitektur urban tropis dalam konteks minimalis. Saya menjumpai hunian minimalis ala negeri empat musim di pinggiran Jakarta. Fasad depannya melupakan kearifan arsitektur tropis: hilangnya kanopi. Tanpa kanopi, sinar matahari akan mempercepat pelapukan elemen fasad depan rumah.
Temperatur ruangan pun membuat penghuni tidak nyaman. Akhirnya, biaya perawatan pun mahal lantaran perabot cepat rusak karena terpajan sinar matahari atau tambahan kebutuhan energi untuk pendingin ruangan. Saya menyadari, kadang perkara ini memang tak terhindarkan. Saya pikir, masyarakat akan memberikan apresiasi kepada para arsitek yang merancang hunian minimalis dengan memadukan kearifan hunian tropis dan pemilihan material tepat guna.