Pada umumnya, lokasi perkantoran berada di pusat kota sedangkan tempat tinggal berada di pinggiran. Hal ini mengakibatkan seseorang harus bolak-balik dari rumah ke kantor dalam satu hari. Bukan perjalanan yang singkat, jarak yang ditempuh cukup jauh dan pastinya melelahkan.
Kondisi demikian dialami oleh arsitek Ario Andito. Pengalamannya yang harus bolak-balik Jakarta-Tangerang Selatan setiap hari, membuatnya merasa ada sesuatu yang hilang dari fungsi sebuah rumah. “Saya merasakan ada suatu hal yang saya rasa hilang dari fungsi utuh rumah saya.
Dari hal itu, saya mulai untuk membuat rumah saya menjadi retreat place dengan memasukkan segala kebutuhan aktivitas saya ke dalam rumah seperti tempat kerja, olahraga, dan tempat bersosial,” ujar Ario Andito, pemilik rumah, arsitek sekaligus pendiri Studio SA_e Rumah Gerbong, begitulah rumah dari Ario ini diberi nama.
Nama ini diberikan karena rumah ini memiliki struktur bangunan yang memanjang laiknya sebuah gerbong. Tipologi memanjang ini berkat penggabungan dari dua rumah yang bertolak sisi (utara-selatan), yang kemudian dijadikan satu sehingga memiliki dua fasad berbeda yang masing-masing menghadap jalan.
Secara luasan, Rumah Gerbong memiliki luas tanah 180 m2. Ukuran tersebut menyatakan bahwa rumah ini bukanlah rumah mungil. Namun, akan lain cerita jika ukuran tersebut dibagi dua untuk rumah dan kantor. Tentu saja akan terlihat kecil untuk ukuran rumah atau kantor pada umumnya. Dengan begitu, cross circulation antara penghuni rumah dan karyawan tidak bisa dihindari. Agar semua nyaman dan terjaga privasinya, perlu ada “aturan” yang jelas dari manajemen kantor.
