Ketika Komputasi Awan Terjerat Aturan Bristol-Myers Squibb, sebuah perusahaan global di bidang bio farmasi, dapat menjalankan simulasi uji klinis obat-obatan jenis baru hanya dalam waktu 1,5 jam di atas platform cloud. Padahal kegiatan itu normalnya membutuhkan waktu sekitar enam puluh jam. Dengan peningkatan kecepatan uji klinis mencapai 98 persen itu, Bristol-Myers dapat mengantarkan obat-obatan dan produk farmasi lainnya ke pengguna secara lebih cepat.
Anda tentu mengenal Airbnb, startup yang didaulat sebagai salah satu disruptive company. Dalam satu malam, ada sekitar 450 ribu orang menginap di kamar-kamar yang dipesan lewat Airbnb. Jaringan hotel mana yang tidak memimpikan occupancy sebesar itu? Padahal situs web pencarian dan pemesanan penginapan ini umurnya belum lagi sepuluh tahun. Dan ini yang paling penting, mereka memiliki kurang dari sepuluh orang staf TI. Di balik kesuksesan dua perusahaan dengan skala berbeda itu, ada cloud computing atau komputasi awan. Seiring waktu berjalan, cloud mampu membuktikan dirinya bukan sekadar memberi manfaat teknologi.
Kalau hanya karena teknologinya, cloud computing mungkin sedang menuju senja kalanya saat ini. Namun cloud menawarkan sesuatu yang lain. Salah satu tawaran itu adalah model ekonomi dan engagement berbeda yang mampu mengubah hampir keseluruhan lansekap IT provider. Sebagai salah satu industri yang secara intensif memanfaatkan dan bergantung pada teknologi informasi untuk efi siensi serta inovasi, industri fi nancial services justru menghadapi kegamangan tentang implementasi cloud. Kegamangan tersebut karena mereka berhadapan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Salah satu pasalnya mengharuskan pelaku FSI membangun data center serta disaster recovery center di dalam negeri.
Kegamangan itu dilatarbelakangi, antara lain, keraguan terhadap kesiapan penyedia pusat data lokal dari sisi infrastruktur data center maupun konektivitas. Mereka juga masih mempertimbangkan faktor harga layanan cloud lokal yang cenderung mereka anggap belum sekompetitif penyedia cloud nonlokal. Hal itu terungkap dalam forum diskusi InfoKomputer CIO Power Breakfast yang diselenggarakan pada bulan Mei lalu. Dengan segenap manfaat yang ditawarkan, sungguh sayang bila cloud computing sulit diterapkan karena “tersandung” aturan. Ada baiknya segera ada titik tengah yang aman bagi semua pihak sebelum berakhirnya tenggat waktu transisi PP tersebut di tahun depan.