Krisis pangan dan transformasi pertanian. TAHUN 2050 dunia diramalkan mengalami krisis pangan. Saat itu jumlah penduduk dunia diperkirakan menyentuh angka 9,8 miliar sehingga permintaan pasokan pangan akan melonjak hingga 60%, menurut prakiraan World Economic Forum. Apakah krisis pangan terjadi sematamata karena kita kekurangan pasokan pangan?
Tahukah Anda bahwa sekitar 80% dari pasokan pangan dunia dihasilkan oleh para petani tradisional berskala kecil. Sisanya dipasok oleh korporasi pertanian. Ironisnya, meski berada di rantai pasokan industri yang bernilai US$ 6 triliun, ratusan juta petani tradisional ini justru memperoleh pendapatan yang sangat rendah.
Menurut seorang pegiat transformasi pertanian dari Singapura, kondisi ini menyebabkan profesi petani kerap diidentikkan dengan kemiskinan sehingga generasi muda kurang berminat menekuni profesi tersebut. Padahal, secara matematis dan dengan catatan faktor-faktor lain tidak berubah, dunia membutuhkan 700-800 juta orang petani untuk menghasilkan produk pangan dan mengantisipasi krisis pangan global.
Pertanian harus bertransformasi demi mengangkat para petani dari lembah kemiskinan dan membuat profesi petani menjadi menarik lagi. Sementara itu, transformasi pertanian dengan penerapan teknologi modern akan membantu petani menghasilkan produk yang berkualitas dan berkuantitas tinggi.
Terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan pemerintah, dunia startup Indonesia yang lebih akrab dengan tema fi ntech, ternyata juga bergerak ke arah transformasi pertanian. Beberapa startup berupaya membantu memangkas biaya distribusi agar petani dapat memperoleh margin yang lebih tinggi. Beberapa yang lain menerapkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Siapa sajakah mereka? Bagaimana cara mereka membantu petani? Apa saja tantangan yang mereka hadapi? Simak ulasan tentang para startup “pengangkat rezeki” petani ini di halaman Cover Story.