Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

MARI kita berprasangka baik. Kasus yang menimpa Habib Bahar bin Smith adalah pidana semata. Tapi, cara aparat penegak hukum menangani kasus ini, membuat kita wajar bertanya-tanya, apakah kasus ini dan penanganannya murni hukum semata? Kalau kita lihat, kasus penganiayaan (terhadap anak di bawah umur) ini biasa saja. Maksudnya, kerap terjadi.

Tapi, tak ada penanganan kasus serupa seluar biasa masalah ini. Dari awal, penegak hukum sendiri yang menjadikan kasus ini istimewa.

Bahkan sejak penetapan jaksa penuntut, penetapan majelis hakim pemimpin sidang, terlihat betul ini bukan sekadar penganiayaan sederhana. Ketua tim jaksa penuntutnya Kepala Kejaksaan Negeri Cibinong, ketua majelis hakimnya Ketua Pengadilan Negeri Kota Bandung.

Tidakkah luar biasa kasusnya sehingga petinggi kejaksaan dan PN yang menangani? Apakah karena nama tersangka (terdakwanya) Habib Bahar bin Smith? Bukankah yang diadili adalah perbuatan melawan hukum, bukan siapa terdakwanya? Bahar itu bukan siapa-siapa, tak perlo parno.

Apa yang dilakukan Bahar tak seberapa dibanding I Made Rai Arta dan I Kadek Yoga Adi Antara di Bali. Atau Erick Kurniawan di Surabaya. Dalam sepekan ini, Rai Arta dan Yoga Adi Antara diadili karena kasus penganiayaan di PN Denpasar dan Erick di PN Surabaya.

Proses peradilannya “sederhana”, jauh dari heboh. Padahal, penganiayaan yang dilakukan Rai Arta dan Yoga membuat korban sampai meninggal dunia.

Tanpa berniat mencampuri proses peradilan dan independensi jaksa, kita juga patut mempertanyakan pasal tujuh lapis yang dipakai jaksa. Jarang sekali kasus yang dijerat jaksa dengan pasal berlapis yang melebihi jumlah jari sebelah tangan itu. Kalaupun ada, pada kasus-kasus besar seperti yang pernah dilakukan terhadap Abu Bakar Baasyir.

Tanpa ada niat membela Bahar bin Smith, ingin kita ingatkan penegak hukum menjaga agar kasus sederhana ini jangan sampai memicu sensitivitas tinggi di mata publik. Jangan sampai memicu syakwasangka di mata masyarakat. Tidak perlu mengistimewakan kasus sederhana atau sebaliknya menyederhanakan kasus istimewa.

Sebab, hukum itu hadir untuk menjaga kesetaraan keadilan terhadap siapapun, termasuk dalam hal penanganannya.

Maret 2019