Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Banyak syarat jadi politisi yang baik. Selain adab dan etika harus dijaga, janji juga jangan sembarangan. Tetapi, polisi zaman now merasa makin tinggi janji, makin tinggi pula kualitas kepolitisiannya.

Politisi yang baik tentu akan selalu ingat janjinya ketika mengikuti kontestasi. Sebab, janji-janji itulah yang harus dia penuhi, baik sebagai presiden, anggota legislatif, gubernur, bupati, wali kota, bahkan kepala desa sekalipun.

Karena janji adalah sesuatu yang harus diwujudkan, maka sepatutnya politisi melontarkan janji yang terukur. Tak perlu bombastis karena rakyat sudah paham mulut manis politisi. Mulut manis itu hanya muncul lima tahun sekali, setelah itu kebanyakan zonk.

Jadi, jangan salahkan masyarakat jika menuntut politisi memenuhi janjinya membeli kembali kepemilikan perusahaan pelat merah yang terjual ke asing. Tak perlu berkilah valuasi perusahaan saat ini tak layak beli. Sebab, jika itu yang disampaikan, itu berarti janji dulu itu keluar begitu saja tanpa perhitungan matang.

Sejatinya, banyak politisi yang janjinya sekadar terucap begitu saja. Misalnya begini, ada yang berjanji akan mewujudkan daerah otonomi baru saat menjadi kepala daerah. Ini pun janji penuh risiko, sebab pemerintah pusat masih melakukan moratorium. Itu sama saja dengan, misalnya, ketika pemerintah melakukan moratorium ekspor batu bara, kepala daerah malah berjanji meningkatkan ekspor emas hitam itu. Itu konyol namanya.

Banyak kepala pemerintahan yang terjerat janji-janji konyol seperti itu. Itu pertanda kepala pemerintahan, pejabat politik, yang tak paham apa yang sedang terjadi. Menebar janji hanya demi meningkatkan elektabilitas.

Itulah yang sepatutnya diwaspadai masyarakat sekarang. Membaca dan menelaah janji politik penting agar tak tertipu untuk kedua, ketiga, keempat kali dan seterusnya.

Sebab, kebanyakan yang terlihat sekarang adalah politisi gemar berjanji, tapi sulit mewujudkan janjinya. Hanya bisa memberi harapan, tapi palsu. Loba wadul, kata orang Sunda. Gadang ota, sebut orang Minang. Masyarakat butuh politisi rendah hati, bukan politisi tinggi janji.

Maret 2019