Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Rasa-rasanya, kontestasi demokrasi, ada baiknya diselenggarakan setiap tahun, bukan sekali lima tahun. Sebab, dengan begitu, rakyat menjadi bahagia karena janji-janji yang bertebaran. Di tengah himpitan ekonomi, apalagi yang bisa menghibur kecuali harapan-harapan, meski sebagian palsu.

Tengoklah, ada yang menjanjikan stabilitas harga kebutuhan pokok. Ini pasti sangat menyenangkan emak-emak. Merekalah yang paling terpukul dengan fluktuasi harga kebutuhan pokok. Bagi emak-emak, betapapun fluktuasi harga itu tipis, perbedaan itu selalu menyiksa mereka. Ujung-ujungnya, siksaan itu juga akan dirasakan bapak-bapak.

Lalu, ada pula yang berjanji menyiapkan gaji bagi lulusan SMK, SMA, atau politeknik, yang sudah dilatih, sebelum mendapatkan pekerjaan. Jadi, siapapun lulusan yang terlatih itu, jika masih menganggur, akan diberi gaji oleh negara.

Betapa indahnya bagian dunia bernama Indonesia ini. Indah sekali lima tahun. Itu sebabnya, karena ini pasti meningatkan angka kebahagiaan, kita mendorong supaya keindahan itu tak hanya terapungkan sekali lima tahun. Kalau perlu, setiap tahun.

Persoalannya adalah yang berjanji itu para politisi. Dan, rakyat makin sedikit yang percaya pada janji-janji politisi. Rakyat kecewa karena banyak janji-janji yang tak ditepati. Ada yang menyebut belum terealisasi, tapi bukankah ada ukuran dan kepatutan untuk menebar janji?

Kalau kira-kira mustahil memenuhinya, kenapa harus berjanji? Janji memberikan gaji untuk lulusan SMK, SMA, dan politeknik yang masih menganggur, misalnya, apakah sudah terpikirkan secara mendalam? Apakah tidak menimbulkan kecemburuan?

Apakah uang negara cukup untuk memenuhinya? Apakah tidak akan memunculkan sikap malas? Alih-alih menggaji pengangguran, menambah penghasilan guru honorer saja pemerintah gagal. Padahal, guru honorer jelas-jelas sudah memberi manfaat besar bagi masyarakat. Menggaji kepala desa dan perangkat desa setara ASN golongan II pun pemerintah tak tepat dalam pemenuhan janjinya. Janjinya Maret, ditunda menjadi janji tahun depan. Itupun kalau bisa diwujudkan.

Artinya apa? Banyak janji-janji tak terukur yang muncul selama proses kontestasi. Sebagian janji tersebut adalah angin surga.

Muncul seketika, mencuat sebagai wacana, dan datang sekali lima tahun. Karena sifatnya menyenangkan hati, meski sebagian akhirnya tak terwujud juga, bukankah lebih baik kalau janji-janji itu ditebar setiap tahun sehingga masyarakat tak menunggu lama untuk mendapatkan angin surga dan melupakannya ketika janji tak terwujud itu kemudian ditutup dengan janji-janji baru?

Maret 2019