Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Lembaga survei Indo Barometer merilis tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Joko Widodo 64,8%. Bagaimana kita membaca itu bila dikaitkan dengan kontestasi Pilpres 2019 di mana Jokowi kembali tampil, kali ini bersama KH Maruf Amin? Seorang pelaku survei, Yuniarto Wijaya, menyebutkan rerata sejak rezim pemilihan langsung pada 2005 lalu, salah satu syarat petahana terpilih kembali adalah bila tingkat kepuasan publik mencapai 75%.

Tidak melulu seperti itu. Ganjar Pranowo dengan kepuasan 73,8%, bisa terpilih kembali. Sebaliknya, Basuki Tjahaja Purnama dengan angka sekitaran itu, kandas di Jakarta. Tingkat kepuasan 77,0% warga Jawa Timur terhadap Soekarwo-Saifullah Yusuf ternyata kurang berpengaruh terhadap Gus Ipul sehingga kalah dari Khofifah Indar Parawansa.

Tapi memang, dengan tingkat kepuasan di bawah 70%, terhitung riskan bagi petahana. Itu pulalah yang mungkin dialami Jokowi. Ironisnya, dengan fakta kepuasan 64,8%, korelasi terhadap survei elektabilitas terhadap survei Indo Barometer tak terlihat. Lembaga itu masih menempatkan Jokowi unggul dengan selisih 20% dari Prabowo Subianto. Yang mendekati justru dengan survei Litbang Kompas.

Dengan makin banyaknya lembaga survei, dengan tak sedikitnya hasil yang bertolak belakang, maka survei-survei yang ada saat ini memang cenderung membingungkan. Tidak pula bisa disalahkan publik jika kemudian tergerus kepercayaannya. Hasil terbalik-balik pada Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah sudah membuktikan itu.

Kini, bagi banyak orang, hasil survei lebih ditempatkan sebagai bacaan. Bukan untuk mengambil kesimpulan. Begitu banyak instrumen-instrumen lain yang bisa menentukan hasil akhir.

Begitu juga dengan hasil-hasil survei yang dirilis sejumlah lembaga akhir-akhir ini. Dia tak bisa dijadikan patokan kemenangan. Kemenangan hanya akan ditentukan dengan kerja keras, kerja cerdas tim pemenangan, terutama memainkan senjata pamungkas di saat-saat terakhir menjelang hari tenang.



Pemprov Jabar di bawah duet Gubernur dan Wakil Gubernur Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar mampu memuaskan 69,8% masyarakat setempat. Namun, hanya 7,6% responden daerah ini yang melirik calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Jabar Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang didukung oleh Ahmad Heryawan atau Aher.

Di Jatim, sebanyak 77,0% masyarakat puas dengan kinerja Pemprov di bawah Soekarwo-Saifullah Yusuf. Kepada Cagub dan Cawagub Jatim Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak yang didukung Soekarwo, sebanyak 44,6% masyarakat memberikan suaranya atau menduduki peringkat pertama.

Untuk kasus Jateng, kepuasan terhadap pemerintah otomatis berkorelasi dengan kontestan pilkada mengingat Gubernur Jateng Ganjar Pranowo kembali bertarung untuk periode kedua. Kepuasan 73,8% masyarakat terhadap Pemprov Jateng pimpinan Ganjar-Heru Sudjatmoko, terkonfirmasi dengan elektabilitas sebesar 70,5% milik duet Cagub dan Cawagub Ganjar-Taj Yasin.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menuturkan kepuasan tinggi terhadap kepala daerah petahana berkorelasi dengan tingkat keterpilihan mereka bila kembali maju. Semenjak rezim pemilihan langsung kepala daerah dimulai pada 2005, petahana menang bila kepuasan masyarakat terhadap kinerja mereka mencapai 75%.

Pengecualian, kata Yunarto, hanya terjadi di Pilkada DKI Jakarta 2017 saat petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) gagal terpilih kembali meski kepuasan warga atas pemerintahannya mencapai di atas 75%. Manakala petahana itu tak maju kembali, tuahnya tak otomatis dirasakan oleh calon kepala daerah yang mereka jagokan.

IB Tempatkan Kepuasan Kinerja Jokowi Cukup Baik INILAH, Jakarta – Tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Joko Widodo berada di angka 64,8%. Indo Barometer memperhitungkan Jokowi-Maruf Amin memenangkan Pilpres 2019. Tapi, bukankah menjelang Pilkada DKI Jakarta, tingkat kepuasan warga jauh tinggi, 73% dan tetap kalah? Tingkat kepuasan masyarakat 64,8% itu adalah hasil temuan lembaga survei Indo Barometer. Selain itu, ditemukan pula ada 30,9% warga yang menyatakan tidak puas.

“Dilihat dari data angka survei, secara umum tingkat kepuasan masyarakat terhadap Jokowi cukup baik,” kata peneliti Indo Barometer Hadi Suprapto Rusli di Jakarta, Kamis (21/3).

Dia menjelaskan dari distribusi pilihan calon, pemilih yang puas terhadap kinerja Jokowi lebih banyak memilih pasangan Jokowi-Ma'ruf sebesar 73,7%. Selain itu, menurut dia, pemilih yang tidak puas dengan kinerja Jokowi, lebih banyak memilih pasangan Prabowo-Sandi sebesar 69,3%.

“Survei ini juga melihat kepuasan kinerja Jokowi-JK sebesar 64,1% dan yang tidak puas sebesar 31,2%,” ujarnya.

Hadi mengatakan ada tiga alasan tertinggi publik puas terhadap kinerja Jokowi-JK yaitu pembangunan merata sampai pelosok desa (34,7%), kinerja bagus (22,2%), dan banyak program yang bermanfaat seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebesar 11,1%.

Dia juga menjelaskan ada tiga alasan mengapa masyarakat tidak puas dengan kinerja Jokowi-JK yaitu sulit lapangan kerja sebesar 22,2%, harga kebutuhan pokok naik sebesar 19,5% dan perekonomian semakin sulit sebesar 16%.

“Kami juga mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap beberapa program-program Jokowi-JK seperti pembangunan infrastruktur, KIP, KIS, Program Keluarga Harapan (PKH), pembagian sertifikat hak milik tanah dan dana desa,” tuturnya.

Menurut Hadi, masyarakat yang puas dengan program pembangunan infrastruktur sebanyak 90% dan hanya 4,9% tidak puas. Dia mengatakan masyarakat yang puas terhadap program tersebut cenderung memilih pasangan Jokowi-Ma'ruf sebesar 58,5%, sedangkan tidak puas cenderung memilih pasangan Prabowo-Sandi sebesar 48,9%.

“Masyarakat yang puas dengan KIS sebesar 72,1% dan tidak puas 12,5%. Masyarakat yang puas dengan KIP sebanyak 58,7% dan tidak puas 10,3%,” ucapnya.

Masyarakat yang puas dengan PKH sebesar 62,7% dan tidak puas 14,2%, masyarakat yang puas dengan program pembagian SHM sebanyak 55,1% dan tidak puas 8,9%, dan program Dana Desa yang puas 76,8% dan tidak puas 6,6%.

Selain itu, dalam survei yang sama dan dilakukan pada 6-12 Februari 2019 kepada 1.200 responden dengan metode multistage random sampling, Indo Barometer juga mengunggulkan Jokowi-Maruf memenangkan Pilpres 2019. Survei memiiki margin of error plus-minus 2,83% dengan tingkat kepercayaan 95%.

“Sekarang pasangan ini dengan simulasi kertas suara. Sebanyak 50,2% memilih Jokowi-Ma'ruf, 28,9% memilih Prabowo-Sandi, tidak menandai apa pun di kertas suara 20,9%. Jadi selisih elektabilitas itu di atas 20%,” kata Hadi Suprapto.

Indo Barometer juga memberikan proyeksi perolehan suara pada pilpres 17 April 2019 nanti. Proyeksi dilakukan dengan membagi suara undecided votersdengan asumsi tidak ada peristiwa politik besar.

“Indo Barometer memberikan proyeksi 17 April 2019 yang akan datang. Jika tidak ada peristiwa politik yang besar, kemungkinan Jokowi akan mendapatkan 63,47% dan Prabowo 36,53%,” jelas Hadi.

Survei Indo Barometer ini dilansir hanya sehari setelah Litbang Kompas merilis hasil surveinya. Beda dengan Indo Barometer yang menempatkan Jokowi-Maruf unggul 20%, Litbang Kompas menemukan fakta lain, selisih Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi kini tinggal tersisa di kisaran 11% saja.

Litbang Kompas menyebutkan Jokowi-Maruf hanya memiliki elektabilitas sebesar 49,2%. Selisihnya kini tinggal 11,8%. Sebab, elektabilitas Prabowo-Sandiaga menanjak jadi 37,4%.

Sejarah kontestasi demokrasi, memberi pelajaran petahana dengan tingkat kepuasan yang cukup baik, bukan jaminan memenangkan pemilihan. Dua tahun lalu, pada Pilkada DKI Jakarta, tingkat kepuasan warga terhadap kinerja Basuki Tjahaja Purnama, sesuai hasil survei LSI Denny JA, jauh lebih baik, yakni 73%.

Hanya saja, tingginya tingkat kepuasan tidak dapat dikonversi menjadi dukungan kepada Ahok yang berpasangan dengan Djarot Syaiful Hidayat. Dalam surveinya, LSI Denny JA pernah menyatakan Ahok dengan dukungan suara 42,7% masih kalah 8,7% dibanding Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan terbukti saat penghitungan suara.

Maret 2019