Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Apa yang membuat seseorang ingin jadi bupati? Karena gajinya tinggi? Mantan Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra menyebut gaji bupati kecil. Lalu, untuk apa berlomba jadi bupati? Maka, jika ada Sunjaya-sunjaya lain, bupati bermasalah lain, wali kota terjerat kasus, gubernur yang berakhir di penjara, hampir pasti itu terjadi karena dia salah memaknai konsep kepemimpinan. Menilai kepemimpinan sebagai jalur kekuasaan.

Kepemimpinan dalam konsep yang baik adalah seseorang yang didulukan selangkah, ditinggikan seranting. Dalam konsep yang demikian, maka pemimpin tidak akan tercerabut dari akarnya, yakni masyarakat. Mereka akan menjadi bagian dari masyarakat dan tak perlu kuyo-kuyo setiap lima tahun mencari –bahkan membeli—suara.

Tetapi, memang tidak banyak lagi yang menggunakan konsep tersebut saat ini. Kini, kepemimpinan adalah kekuasaan. Karena namanya kekuasaan, ada harga yang harus dibayar untuk mendapatkannya. Ingat, harga, bukan kepercayaan.

Karena kepemimpinan dimaknai sebagai kekuasaan, orang berlomba-lomba memburunya. Untuk jadi Ketua RT saja kadang-kadang ada harganya. Kepala desa ada banderolnya. Pun untuk posisi-posisi politik lain. Ada harga karena posisi-posisi tersebut berpeluang memberi keuntungan finansial.

Ada yang selamat, tak sedikit pula yang terjerat. Sunjaya, pun Neneng Hasanah Yasin, yang sama-sama sedang disidang, berpeluang jadi dua yang tak selamat. Keduanya pun menyatakan kapok dengan politik.

Siapa yang salah? Ya mereka masing-masing. Gaji bupati itu kecil, untuk orang kemaruk. Tapi, akan selalu cukup bagi pemimpin yang sederhana. Begini, kalau merasa gaji kecil, tentulah tidak perlu ngoyo membantu puluhan atau ratusan juta rupiah untuk parpol pengusung yang sedang melakukan kegiatan peringatan sesuatu. Kalau merasa gaji kecil, tak perlu menyumbang LSM ini, ormas itu, tak perlu memenuhi permintaan oknum-oknum wartawan.

Sederhana sekali bukan? Tapi, karena banyak pemimpin yang merasa bagian jadi elitis, tercerabut dari masyarakatnya, maka mereka merasa gamang dalam situasi itu. Mereka memposisikan diri puluhan atau ratusan langkah di depan warganya, lebih tinggi puluhan hingga ratusan depa dari warganya. Maka, mereka membayar mahal atas konsep kepemimpinan yang keliru itu. (*)

Ngaku Salah, Sunjaya : Jadi Bupati Gajinya Kecil

INILAH, Bandung- Mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra mengakui perbuatannya menerima uang dari ASN dan pihak lainnya salah. Namun, Sunjaya mengklaim uang itu dipakai kepeluan koordinasi dengan forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda). 

Hal itu diungkapkan Sunjaya saat membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu (8/5/2019). 

"Saya mohon maaf kepada yang mulia Hakim atas kesalahan saya dan kebodohan saya sewaktu menjadi Bupati Cirebon. Saya merasa bersalah telah menerima uang ucapan terimakasih dari PNS yang promosi jabatan ataupun dari penerimaan lainnya," katanya. 

Sunjaya mengklaim awalnya dia tidak mau menerima uang pemberian, walaupun budaya itu sudah ada sejak dulu. Sebagai bupati, sepatutnya dia tegas dan melakukan perubahan dan perbaikan di pemerintahan kabupaten Cirebon. 

"Awalnya saya menolak. Tapi kenyataannya, Bupati memerlukan banyak uang untuk mengamankan pemerintahan daerah dari rongrongan para LSM, para pendemo dan koordinasi dengan  Forkopimda yang kesemuanya tidak dibiayai oleh pemerintah," ujarnya. 

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumbya menuntut majelis hakim agar menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun pada sidang 24 April karena terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 100 juta dari Sekretaris Dinas PUPR, Gatot Rachmanto.

"Yang mulia, saya berkata jujur, penghasilan seorang bupati tidak sebanding dengan tanggung jawab yang harus diembannnya. Sehingga mau tidak mau dengan terpaksa, mau menerima ucapan terima kasih meskipun itu tidak dibenarkan," ujarnya.

Sunjaya menyebutkan,  idealnya kebutuhan operasional harian kepala daerah di‎anggarkan di APBD. Seperti uang kordinasi untuk Forkopimda, permintaan sumbangan dari LSM dan ormas, undangan hajatan, menangani konflik antar kampung hingga permintaan dari oknum wartawan.

Sunjaya mengapresiasi kerja KPK yang sudah menangkapnya. Kata dia, KPK sudah bertugas dengan baik menegakkan hukum dan memberantas korupsi.

"Sekali lagi saya mohon maaf atas kesalahan saya ini. Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan ini, dan tidak akan kembali masuk dunia politik baik jadi bupati, walikota atau jabatan politik lainnya," tegasnya.

Mei 2019