Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Sepekan terakhir, urusan makar ‘memakar’ ruang publik. Ada-ada saja yang membuat publik kurang percaya: apakah betul ada upaya-upaya makar. Hukum tentu yang nanti akan menentukan. Setidaknya ada tiga figur –kebetulan sama-sama berada di pihak ‘oposisi’—yang bermasalah dengan pasal makar ini. Ketiganya Eggy Sudjana, Kivlan Zen, dan Lius Sungkharisma. Mereka dilaporkan ke polisi dengan tuduhan makar itu.

Agak jarang terjadi, pasal makar dilekatkan atas laporan pihak sipil ke kepolisian. Biasanya, kejahatan makar terbongkar setidaknya melalui intelijen aparat. Nanti di pengadilan –itupun jika kasus ini maju ke pengadilan—apakah pernyataan-pernyataan para tokoh itu masuk pasal makar atau sekadar provokasi.

Karena persoalan makar pula, aparat cenderung terlihat melihat keliru langkah. Polisi memintakan larangan bepergian keluar negeri (cekal) bagi salah satunya, Kivlan Zen. Tapi, tak sampai 24 jam kemudian, polisi pula yang memintakan pembatalan pencekalan itu.

Publik tentu bertanya-tanya, apa sesungguhnya yang terjadi. Polisi kemudian menyebutkan alasan pencabutan permintaan cekal itu karena dua sebab: paspor Kivlan Zen akan segera habis dan mantan Kaskostrad itu sudah menyatakan diri akan kooperatif atas pemeriksaan polisi.

Agak jarang juga terjadi, permintaan cekal yang biasanya berlaku untuk enam bulan, dalam sehari sudah dicabut kembali. Kesan yang muncul, tentu saja, ada kekeliruan yang dilakukan pihak yang meminta cekal dan kemudian membatalkannya. Siapapun yang cinta Republik ini, tak ingin ada perebutan kekuasaan dengan cara makar. Berkali-kali percobaan makar, bisa diredam. Pergantian kepemimpinan pun tak pernah terjadi lewat makar.

Makar adalah persoalan serius. Sangat serius. Melebihi seriusnya aksi teror, narkoba, atau korupsi. Karena dia secara langsung merusak sendi-sendi bernegara. Tapi, kerap pula, kasus makar akhir-akhir ini hanya muncul sesaat. Setelah itu hilang tak tentu rimbanya. Seperti kasus tuduhan marak terhadap Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, bahkan Ahmad Dhani beberapa waktu yang lalu. Hanya sempat sesaat ‘membakar’ ruang publik, tapi kemudian senyap.

Bareskrim Polri, melalui Direktorat Tindak Pidana Umum (Ditipidum) telah mengeluarkan surat permohonan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham. Surat itu berisi permintaan untuk membatalkan pencekalan terhadap mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal (purn) Kivlan Zen.

Kadiv Humas Polri, Irjen Mochammad Iqbal menjelaskan bahwa Polri membatalkan pencekalan karena pertimbangan kooperatif Kivlan Zen.

“Penyidik mendapat info bahwa Pak KZ akan kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik. Oleh karena itu, penyidik memandang tidak perlu melakukan pencekalan lagi,” kata Iqbal saat dikonfirmasi, Sabtu (11/5). Adapun pertimbangan lain, sambung Iqbal, paspor KZ yang akan habis masa berlakunya sehingga pihak imigrasi tidak akan mengizinkan yang bersangkutan meninggalkan Indonesia. 

Surat permintaan agar pencekalan Kivlan Zen dicabut itu diterbitkan hanya sehari setelah Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Kombes Agus Nugroho menandatangani surat bernomor B/ 3248 a -RES 1.1.2/V/2019/BARESKRIM yang meminta Ditjen Imigrasi mencekal pendukung Prabowo Subianto itu.

Mei 2019