Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

“INI bencana pembantaian apa pemilu?” Jangan maknai satu-satu. Jangan maknai sebagai kalimat terpisah dari rangkaiannya. Maka, kalimat itu adalah bentuk keraguan terhadap peristiwa meninggalnya ratusan orang karena Pemilu 2019.

Kalimat itu sama saja seperti seseorang yang berjanji memotong kupingnya jika dalam sebuah kontestasi jagoannya kalah. Tentu dia takkan memotongnya. Frasa ‘potong kuping saya’ itu adalah bentuk keyakinan yang tinggi terhadap apa yang dia percaya. Dalam ungkapan Melayu –sebagai sumber utama Bahasa Indonesia—itu hal yang biasa.

Itulah rasa bahasa. Tapi, jika rasa bahasa pun kita tak punya, bagaimana pula kita tidak saling salah pengertian terus? Itulah yang terjadi pada dr Ani Hasibuan. Tak ada pernyataannya yang tegas-tegas menyimpulkan ada bencana pembantaian, apalagi kalau kemudian dibumbui dengan “racun” seperti yang termuat dalam poral tamshnews.com itu.

Anehnya, seseorang justru melaporkan Ani berdasarkan artikel dalam portal tersebut –di dalam portal itu juga tidak kita temukan siapa penanggung jawab sehingga tidak layak disebut portal berita seperti standar Dewan Pers. Kita tebalkan artikel karena apa yang muncul di thamsnews.com itu bukan format berita, melainkan artikel; opini.

Lalu, apa salahnya Ani? Dia bukan penulis artikel. Perasaan kebencian apa yang dia sebar? Dalam acara talk show di televisi itu pun, dia hanya memaparkan peristiwa kematian petugas KPPS berdasarkan keilmuannya. Itupun setelah dia melakukan penelitian sederhana.

Kita patut menyayangkan aparat kepolisian begitu saja menerima pelaporan terhadap Ani. Sudah sepatutnya kepolisian menelisik dengan matang apakah sebuah laporan patut dilanjutkan atau tidak. Karena pelaporan berdasarkan tulisan di sebuah portal media, kita patut menyarankan polisi terlebih dulu berdiskusi dengan ahli-ahli pers, ahli bahasa. Agar polisi tak salah langkah.

Kini, tinggal penyidik yang harus membuktikan pasal ujaran kebencian itu. Tentu, dengan landasan menegakkan keadilan yang hakiki, bukan dengan semangat untuk menghukum seseorang.

Mei 2019