Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

JANGAN percaya pada mulut busuk para politisi jika ingin menurunkan tensi antara kubu Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Apakah mereka cinta Indonesia? Mungkin iya, mungkin tidak. Tapi yang pasti, mereka cinta kekuasaan. Mereka adalah pemburu kekuasaan.

Itu sebab narasi-narasi bau keluar dari mulut mereka. Sebab, tujuan mereka adalah melemahkan lawan, bukan menggandeng sebagai rekan. Pilihan kata mereka jorok. Hanya keluar untuk menggambarkan keburukan lawan. Mereka ogah rekonsiliasi karena hal itu akan mengurangi kekuasaan mereka.

Tak ada mereka peduli apa yang terjadi di kalangan akar rumput akibat pernyataan-pernyataan bermusuhan mereka. Ketika akar rumput bergelora, sudah pasti mereka bersembunyi. Mereka sorongkan aparat keamanan. Begitulah liciknya mereka.

Bagaimana orang-orang licik seperti itu akan mendamaikan negeri ini? Bagaimana situasi akan tenang jika setiap hari pernyataan-pernyataan menyerang selalu mereka lontarkan? Sebagian di antara mereka menduduki posisi terhormat. Tapi mereka kalah terhormat dibanding anak muda bernama Hanifan Budani Kusumah, anak kampung dari Kabupaten Bandung. Hormatlah kepada Hanifan, salutlah kepada dia, bukan kepada politisi itu.

Dialah satu-satunya orang yang bisa mendamaikan Jokowi dan Prabowo dalam kesetaraan. Dia yang bisa membuat Jokowi dan Prabowo berpelukan meski saat itu suasana persaingan di antara kedua tokoh tersebut sudah mulai muncul.

Kenapa Hanifan bisa? Karena, tidak seperti politisi busuk itu, dia tak punya kepentingan apa-apa kecuali keperluan melihat pemimpinnya akur. Dia tempatkan Jokowi dan Prabowo pada posisi yang sama-sama bermakna, bermartabat. Dia berikan kegembiraan yang setara setelah dia merebut medali emas pencak silat di Asian Games tahun lalu.

Hanifan jauh lebih bermanfaat buat negeri ini ketimbang politisi yang tiap hari menebar kebencian itu. Dialah pahlawan sesungguhnya. Dia yang mengajarkan kepada kita tentang perdamaian, kedamaian, dan kejayaan. Bukan mereka para pemburu kekuasaan itu. Sungguh, dongkol kita menyaksikan politisi ‘tong kosong’ itu, yang tak memberikan manfaat apa-apa buat negeri ini, tak seperti Hanifan. (*)

Mei 2019