Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

MENGAJUKAN gugatan PHPU, termasuk Pemilihan Presiden ke Mahkamah Konsitusi, sejatinya bukan soal urusan menang-kalah. Lebih penting dari itu adalah membuktikan bahwa pemilu kita masih bermasalah.

Soal menang-kalah, rasa-rasanya semua orang sudah paham, sangat sulit menang di MK. Pembuktiannya sangat tidak mudah. Selain harus ada bukti-bukti kecurangan dan pelanggaran, bukti itu juga harus berpengaruh pada hasil akhir. Jika hanya kecurangan satu suara, sementara selisih suara ada dua, toh takkan menang juga.

Pada beberapa titik, hukum konstitusi yang dijalankan hakim MK seperti perhitungan matematis. Tak heran, ada praktisi hukum menyarankan MK semestinya memandang dari sisi keadilan secara keseluruhan. Tapi, “hukum matematis” itulah yang selama ini terjadi di MK.

Jika begitu, untuk apa maju di MK? Apakah gugatan dikabulkan atau tidak oleh majelis hakim konstitusi, biarlah itu menjadi kepentingan penggugat. Tapi bagi kita, publik, ada gambaran yang didapatkan bahwa pemilu kita memang bermasalah –betapapun besar-kecilnya.

Seorang tokoh bicara, mana ada pemilu yang tidak curang. Bagi kita, itu pernyataan naif. Untuk apa kita mematenkan jujur dan adil dalam sebuah pemilu jika bukan itu yang kita inginkan? Justru ini penting agar ke depan kita menemukan pemilu yang betul-betul jurdil. Sebab, di situlah letak hakiki sebuah pesta demokrasi. Dia tidak elok jika dibumbui kebohongan, kecurangan, ketidakadilan. Apa manfaatnya bagi kita mendapatkan pemimpin yang lahir dari sebuah proses curang –sekali lagi, betapapun besar-kecilnya.

Setidaknya, melalui keputusan-keputusan MK, nanti akan tergambar apakah pemilu kita, termasuk pilpres, betul-betul sebuah proses demokrasi tanpa masalah. Padahal, bahkan sejak proses awalnya, terlihat sudah begitu banyak masalah yang diduga terjadi dan tak terpecahkan di tingkat penyelenggara, termasuk di Bawaslu dan Gakkumdu.

Ini penting karena kita, rakyat, menginginkan pemimpin terpilih dengan legitimasi tinggi. Sebab, yang kita cari melalui proses demokrasi adalah presiden, pemimpin, bukan penguasa. Pemimpin harus dicari dengan cara-cara elok dan beradab. Hanya penguasa yang boleh lahir dari sebuah proses yang curang. (*)

Mei 2019