Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Manusia –melayu—itu seperti bangau. Kemanapun dia pergi, sekali waktu akan kembali ke kubangan juga. ‘Bangau-bangau’ tersebut, termasuk dari Jawa Barat, punya waktu istimewa kapan kembali ke ‘kubangan’: saat Idul Fitri.

Karena ‘kubangan’ itulah, kita kemudian mengenal mudik. Orang-orang yang mencari peruntungan, mempertaruhkan nasib di negeri lain, kembali ke kampung halaman, menandai kembalinya dia ke fitrah yang fitri.

Tradisi mudik, tentu bermula dari sana. Tak peduli betapapun susah perjalanan yang harus ditempuh, merayakan Idul Fitri di tanah tumpah darah, adalah sebuah keniscayaan yang diinginkan.

Tahun ini, begitu Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, menyitir perkiraan, akan ada 3,7 juta orang yang akan mudik ke berbagai daerah di Jawa Barat. Tentu, mereka adalah para warga Sunda yang ngumbara kemana-mana.

Sunda Ngumbara? Ya, mereka adalah organisasi para perantau Jawa Barat seperti juga organisasi-organisasi perantau Jawa, Minang, Sulawesi Selatan, Batak, yang berkumpul karena primordialismenya.

Tak melulu soal primordial itu cenderung bernada negatif. Dia juga bagus jika dikelola dengan baik. Di wilayah Sumatera Barat, misalnya, ada gerakan seribu Minang (Gebu Minang), pengumpulan donasi dan bantuan untuk kampung halaman.

Hal semacam itu, sejatinya, juga amat potensial dimanfaatkan untuk kemajuan Jawa Barat. Bayangkan saja jika setiap orang Sunda yang berada di rantau menyumbang seribu perak sebulan, dari angka 3,7 juta itu terkumpul Rp3,7 miliar untuk membangun kampung halaman. Hitung juga kelipatan jika Rp10 ribu, Rp50 ribu, angkanya tentu tinggi.

Bukan, ini bukan memalak para ‘ngumbara’. Ini untuk meneguhkan pertalian dengan kampung halaman. Membangun Jawa Barat tanpa harus berada di Jawa Barat. Bukankah pula tidak semua sektor, tak semua bidang, pembangunannya harus digantungkan pada pemerintah? Tapi, tentu saja, kudu ada perhatian buat para perantau ini. Minimal, sentuhan personalnya. Sayangnya, setidaknya setahun terakhir, Pemerintah Provinsi Jawa Barat cenderung kurang memberi perhatian. Ini yang lebih penting, lebih penting dari seribu-sepuluh ribu perak itu, yakni menjaga pertalian para perantau itu tak hilang.

Mei 2019