Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tinggal menghitung pekan. Satu lagi target mereka yang dipastikan gagal: program sejuta rumah.

Persoalan backlog menjadi masalah krusial dalam pembangunan perumahan di Indonesia. Masih sangat banyak warga yang tak punya rumah. Terbanyak di antara mereka adalah warga dari kalangan ekonomi rendah.

Jokowi, lima tahun lalu, datang dengan janji: membangun sejuta rumah setiap tahun. Utamanya, ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Jika setahun sejuta rumah, maka lima tahun akan terbangun 5 juta rumah.

Lima tahun memimpin, Jokowi hanya sekali mampu mencapai target. Tahun lalu, terbangun 1.091.255 unit. Sebelumnya, selalu di bawah target. Secara beruntun, realisasinya 699.770 (2015), 805.169 (2016), dan 904.758 (2017).

Tahun ini, pemerintah menargetkan 1,25 juta unit rumah. Sejatinya, tak cukup juga mencapai target lima tahunan, 5 juta rumah. Kalaupun tercapai, totalnya baru 4,75 juta.

Alih-alih mencapai 1,25 juta, mendapatkan 1 juta unit saja Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) pesimistis. Pasalnya, terjadi penurunan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Di Jawa Tengah saja, misalnya, dari tahun lalu 280 ribu unit, tahun ini kuotanya hanya 160 ribu unit.

Maka, kegagalan ini menambah panjang daftar kegagalan Jokowi memenuhi janji politiknya. Banyak target-target lain yang tak tercapai. Misalnya, meningkatkan pertumbuhan ekonomi jadi 7%, penguatan nilai rupiah hingga menjadi Rp8 ribu perdolar AS, membenahi problematika macet dan banjir Jakarta –malah sekarang hendak meninggalkan Jakarta karena itu, hingga yang janji sekadar nyeplos: buy back Indosat. Belum lagi janji politik dari kabinet ramping dan tak bagi-bagi kursi menteri.

Kembali ke program sejuta rumah, pemerintah bukan satu-satunya penyebab kegagalan pencapaian target. Sebab, program sejuta rumah MBR tanggung jawabnya dibagi tiga: pemerintah, pengusaha, dan rakyat sendiri.

Tapi, tetap, dalam pembagian perannya, pemerintah sangat dominan. Sebanyak 50% tanggung jawabnya ada di pundak pemerintah. Selain pemerintah punya kebijakan, pemerintah pula yang memiliki dana, termasuk menopang subsidinya. Karena itulah, kegagalan memenuhi target menghadirkan 5 juta rumah, tak bisa dilepaskan menjadi tanggung jawab (utama) pemerintahan Jokowi-JK.

September 2019