Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Lama-lama, negeri ini seperti terlihat tak kasihan lagi kepada rakyatnya. Di tengah laju ekonomi yang melambat, di tengah kesulitan sebagian masyarakat, beban mereka terus ditambahi. Di tengah itu, rencana memindahkan ibu kota berbiaya tinggi mengapung dan dianggap santai saja kebutuhan dananya yang mendekati Rp500 triliun.

Teranyar, adalah rencana mencabut subsidi bagi pelanggan listrik 900 VA. Rencananya, mulai 2020, pelanggan listrik itu –termasuk sebagian warga kurang mampu di dalamnya—takkan menikmati subsidi lagi. Mereka harus membayar tarif dengan harga mahal.

Ibarat tinju di atas ring, rakyat kurang mampu yang sebelumnya sudah kena jab akibat rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kini bakal menerima pukulan hook atas pencabutan subsidi. Tak ada juga jaminan, apakah dalam waktu dekat pukulan uppercut yang membuat KO, takkan dialami rakyat, termasuk misalnya dengan pencabutan subsidi BBM.

Buat kita, ini ironisme. Dalam hal semacam ini, penurunan tingkat pemuasan kebutuhan dasar masyarakat, negeri ini seperti kesulitan. Pencabutan subsidi ini karena pemerintah dan DPR sepakat menurunkan subsidi Kementerian ESDM dari Rp62,2 triliun menjadi Rp54,8 triliun.

Tapi, dalam hal lain, seperti pemindahan ibu kota berbiaya hampir Rp500 triliun itu, negeri ini seperti anteng saja. Dananya nanti sebagian besar dari kerja sama swasta. Seperti tak ada persoalan saja. Seolah-olah swasta akan memberikan uang cuma-cuma agar ambisi pemindahan ibu kota terwujud.

Ini yang kita sayangkan dari negeri ini. Tak konsisten tentang keadaan negeri. Sensitivitas terhadap rakyat menjadi berkurang. Padahal, untuk kemakmuran rakyatlah negeri ini dulu didirikan para pejuang.

Di tengah itu, pejabat-pejabat yang semestinya mengurus rakyat, sebagian di antaranya mempertontonkan perilaku yang menyebalkan. Tengoklah, dalam dua hari ini saja berapa banyak di antara mereka yang diciduk KPK akibat mencederai janji berbakti kepada rakyat dengan melakukan dugaan tindak pidana korupsi.

Hal-hal semacam itu, harusnya dipandang sebagai langkah yang membuat rakyat, terutama dari kalangan kurang mampu, makin menderita. Dalam situasi penderitaan, mereka menyaksikan para pejabat menikmati yang bukan haknya, mungkin hak bagi rakyat menderita itu.

Ah, entah kapan negeri ini bisa membuat senang masyarakatnya. Lama-lama, negeri ini seperti terlihat tak kasihan lagi pada rakyatnya. Negeri nirkasih. (*)

September 2019