Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

Mungkin ada yang perlu ditambahkan soal alasan di balik rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Salah satu alasannya, pemerataan ekonomi ke wilayah di luar Jawa sehingga Indonesia tidak lagi ‘Jawasentris’.

Menurut kita, istilah itu mungkin perlu ditambah. Bukan hanya pemerataan ekonomi, melainkan juga pemerataan “rasa”. Itu jauh lebih penting ketimbang pemerataan peran dan sumbangsih ekonomi.

Jika “rasa” itu sudah sama, maka kita meyakini bahwa pemerintah akan lebih berjibaku mengatasi segala persoalan, termasuk kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang kini tengah melanda Sumatera dan Kalimantan. Apalagi, salah satu sumber kabut asap itu, termasuk kebakaran-kebakaran lahan yang kini tengah melanda Kabupaten Penajam Paser Utara, salah satu lokasi ibu kota masa depan itu.

Kabut asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan itu sungguh sangat mengkhawatirkan. Sejumlah kabupaten/kota bahkan sudah menetapkan status darurat. Di Kabupaten Paser, tetangga Penajam Paser Utara, kemarin jarak pandang pada titik tertentu, tinggal tersisa lima meter! Anak-anak sekolah diliburkan untuk masa cukup panjang, ISPA bertebaran, bahkan sudah mulai ada yang mengungsi.

Jika “rasa” kita sudah merata, tentu akan memunculkan semangat yang sama untuk berjuang bersama-sama melawannya. Bayangkanlah misalnya jika kabut asap sedemikian pekat terjadi wilayah Pulau Jawa. Listrik mati dalam hitungan beberapa jam saja sudah bikin heboh seluruh negeri, apalagi kabut asap yang ikut mengganggu penerbangan.

Kita, dalam kesempatan ini, juga mengimbau petinggi-petinggi negeri, pejabat-pejabat tinggi, termasuk juga Presiden Joko Widodo, untuk memberi perhatian lebih lagi. Kalau kita sudah “sama rasa”, maka kehadiran presiden di tengah-tengah masyarakat akan sangat membesarkan harapan masyarakat korban asap, meski mungkin hanya sejam-dua.

Presiden pernah melakukan hal itu pada peristiwa karhutla beberapa tahun lalu. Datang ke Sumatera, menginjakkan kaki ke Kalimantan Selatan, meninjau langsung karhutla. Kebetulan atau tidak, tak lama setelah itu, karhutla berhasil ditangani.

Mungkin juga, dengan presiden –atau Ketua DPR, Ketua MPR, para menteri-- mendatangi daerah-daerah karhutla, terpapar asap, selain bisa membesarkan hati warga yang jadi korban, juga bisa mendorong semangat aparatur-apartur, baik TNI, Polri, BNPB, BPBD, dan warga sipil, yang tengah berjibaku dalam memadamkan api-api di wilayah gambut yang memang sulit diatasi itu. (*)

September 2019