Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

HARI-HARI ini, aksi demonstrasi di banyak tempat di negeri kita. Salah satu pemicunya pengesahan sejumlah undang-undang kejar tayang yang dilakukan pemerintah bersama DPR.

Kita tak ingin masuk dalam materi aksi. Sudah terlalu banyak pihak yang membicarakannya. Kita coba masuk ke dalam bentuk aksi.

Maka, yang terbayangkan oleh kita adalah betapa dewasanya aksi besar yang pernah terjadi di negeri ini: 212. Boleh suka atau tidak, tapi itulah aksi massa paling tertib dan bermartabat yang pernah terjadi di negeri ini.

Banyak yang berdebat soal jumlah pesertanya. Ada yang bilang jutaan, atau yang tidak. Katakanlah ratusan ribu orang saja. Tapi, aksi demonya berlangsung dengan smoth. Praktis tak ada kekisruhan. Bahkan selepas aksi pun, peserta bersama-sama mengumpulkan sampah, membersihkan arena.

Bandingkanlah dengan aksi-aksi demo yang terjadi hari-hari ini. Pengrusakan terjadi di banyak lokasi aksi. Di KPK, misalnya, selain bakar-bakar ban, pengrusakan terhadap properti komisi antirasuah itu pun terjadi.

Hal serupa juga terjadi di titik-titik lainnya. Di depan Gedung DPR, di banyak lokasi di daerah-daerah. Keributan banyak terjadi. Di Indramayu, misalnya, polisi bahkan terpaksa menghentikan aksi massa.

Kita meyakini, sebagian di antara peserta aksi massa adalah mereka yang ikut menyinyiri demo aksi beradab yang dilakukan kelompok aksi massa 212. Maka, bisalah kita simpulkan, kenyinyiran itu bukanlah murni dari hati, melainkan dari emosi, jiwa yang labil, atau bahkan siapa tahu ada yang membayar mereka untuk nyinyir.

Yang lebih merisaukan lagi adalah demo-demo yang kemudian rusuh itu, sejatinya, juga hanya untuk membela segelintir, atau sekelompok kecil warga. Demo yang berlangsung untuk mendukung dua kepentingan yang berbeda.

Menyampaikan pendapat di muka umum memang diperbolehkan undang-undang. Tapi tak ada undang-undang yang membolehkan merusak fasilitas negara. Misalnya, membuang kembang di depan Gedung KPK, atau melempar gedung itu dengan telur.

Mereka, para demonstran seperti itu, atas nama afiliasi apapun, telah menunjukkan aksi yang buruk. Konyolnya lagi, datang mendesak pemerintah melanggar regulasi.

Mereka, para demonstran, yang patut kita duga membawa agenda kepentingan orang-perorang, atau kelompok kecil warga itu, kita sarankan untuk memutar ulang rekaman video aksi 212 yang berjalan damai dan tertib. Agar mereka bisa belajar, tak hanya nyinyir. (*)

September 2019