Guru Kalbu
TADI malam, berlangsung malam penganugerahan Een Sukaesih Award di Gedung Sate, Kota Bandung. Mereka yang menerima anugerah, juga para nominator, adalah orang-orang yang membangkitkan harapan kita, bahwa masih ada guru-guru yang mengajar dan mendidik dengan hati.
Kenapa dengan hati? Sebab, itulah daya dongkrak dunia pendidikan kita yang hilang. Di tengah kehidupan yang kian materialistis, di tengah dunia yang kian hedonis, mereka adalah setitik air di tengah tanah gersang.
Kita akui, dibanding masa lalu, guru sekarang cerdas-cerdas. Gelar akademik mereka pun seabreg-abreg. Teori mendidik pun mengalami kemajuan, termasuk dengan beragam alat praktik yang kian modern.
Tapi, dengan lapang dada pula, harus kita terima bahwa makin sedikit guru yang mendidik dengan hati. Menggunakan kalbu untuk mengajar anak didik, masyarakat sekitarnya. Mereka yang nyaris tak berharap apa-apa kecuali kian terdidiknya putra-putri kita dan warga sekitar.
Sebagian di antara mereka bahkan tak peduli soal pangkat, soal penghapusan eselon. Sebagian di antara mereka tak risau soal rencana dihapusnya ujian nasional. Bagi mereka, itu hanya soal-soal teknis. Soal yang sama sekali tak berpengaruh pada pengabdian mereka.
Mereka, rata-rata, hidup secara sederhana. Dalam kesederhanaan itu, mereka masih bisa berkorban demi anak didiknya, untuk masyarakatnya. Di antara mereka, bahkan ada yang menyerupai abdi dan hati Een Sukaesih, tetap mengabdi meski didera penyakit berbahaya selama belasan tahun.
Een Sukaesih Award –ajang yang digagas INILAH KORAN dengan restu keluarga almarhumah, dikerjasamakan dengan Dinas Pendidikan Jawa Barat, hanyalah sebuah upaya untuk menghargai mereka, menghidupkan kembali semangat pengabdian tanpa batas para pendidik.
Tugas kami selesai begitu menobatkan mereka sebagai guru kalbu. Bola selanjutnya ada di Pemerintahan Provinsi Jawa Barat, hendak diapakan para pendidik kaya hati ini.
Kita berharap, mereka –yang sebagian di antaranya bukan PNS, honorer, penjual tahu, pemuda penggerak—mendapat perhatian yang lebih dari Pemprov Jabar. Karena kita yakin, Pemprov Jabar pun seperti guru-guru kalbu itu, adalah pemerintahan yang menggunakan hati untuk masyarakatnya. (*)