Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi smartphone & tablet Android.

Editorial

RASA-RASANYA, salah seorang menteri yang paling pusing di kabinet Joko Widodo-Maruf Amin adalah Erik Thohir. Dia adalah pengendali gula yang selalu dirubungi semut-semut.

Ketika di awal menjadi Menteri BUMN, dia bertekad akan membebaskan BUMN dari intrik politik. Tapi, rupanya, setelah jalan, dia tak takut juga. Penempatan-penempatan pengurus BUMN, terutama di jajaran komisaris, kini tak semata-mata lagi berlandaskan profesionalitas.

Sekarang, begitu banyak orang-orang yang berjasa saat kemenangan Jokowi-Maruf duduk senang di BUMN. Tak sedikit relawan yang akhirnya ditunjuk negara menjadi komisaris di badan usaha pelat merah itu.

Ada yang aneh? Sebenarnya tidak terlalu juga. Di era presiden sebelumnya, ada juga orang-orang di sekitar Susilo Bambang Yudhoyono jadi komisaris. Hanya, rasarasanya, dibanding era SBY, kali ini jumlahnya jauh lebih banyak. Dan, hanya sedikit yang kompetensinya meyakinkan.

Tetapi, rupanya, selain ada yang inkopetensi, tak satu-dua pula di antara komisaris ini yang betul-betul menaikkan kelasnya sebagai pejabat perusahaan pelat merah. Atau, janganjangan belum siap jadi pejabat BUMN. Maka, sikap-sikap partisan yang ekstrem masih terbawa-bawa.

Kemarin, misalnya, dunia maya heboh karena ucapan tak elok komisaris BUMN atas peristiwa positif Covid-19 Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Sang komisaris rupanya belum bisa membedakan posisinya sebagai pejabat BUMN dan influenser yang dia lakoni selama ini. Maka, cuitannya yang jauh dari adab, menjadi sasaran cacian warga.

Tentu saja, dengan sikap partisan ekstrem seperti itu, sulit bagi kita membayangkan perannya akan ada dalam kemajuan BUMN.

Sebab, otak dan pikirannya hampir pasti sudah punya platform: menyukai A secara personal, dan membenci B juga secara personel.

Padahal, dalam dunia usaha, bukankah soal suka dan tak suka secara personel harus dicerabut? Target badan usaha adalah bagaimana menyehatkan, membuatnya profit, dengan cara-cara yang baik.

Kita berharap, relawan-relawan yang duduk di BUMN itu tak seperti komisaris yang satu ini. Sebab, jika seperti itu juga, maka hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi: BUMN takkan maju-maju atau sang komisaris hanya jadi mentimun bungkuk.

Ujung-ujungnya adalah tidak baik untuk BUMN. Ujung-ujungnya akan merugikan bagi Menteri Erik Thohir. Maka, saran kita, sebelum BUMN hancur gara-gara sikap partisan ekstrem itu, lebih baik Erik Thohir bebersih jajaran pengurus badan usaha milik negara itu. Agar bermanfaat untuk negara, berguna untuk rakya

Desember 2020