Lambannya Kasus Denny Siregar
SULIT bagi kita untuk membuang kesan bahwa penanganan kasus pelaporan terhadap pegiat media sosial, Denny Siregar, lamban. Penanganan perkara merangkak, dari Polresta Tasikmalaya, Polda Jawa Barat, dan kini Bareskrim Mabes Polri.
Delapan bulan sudah kasus ini dilaporkan ke polisi. Denny Siregar dilaporkan atas dugaan tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap sejumlah santri di Tasikmalaya, melalui akun facebook.
Sebulan di Polresta Tasikmalaya, kasus ini dilimpahkan penanganannya ke Polda Jabar. Enam bulan di Ditreskrimsus Polda Jabar, penanganannya tak menunjukkan perkembangan berarti. Sampai kemarin, kita mendengar, Direktur Ditreskrimsus Polda Jawa Barat, Kombes Yaved Duma Parembang, menyatakan kasus dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri.
Alasan pemindahan karena locus-nya di luar wilayah hukum Polda Jabar. Kita bisa maklum. Yang sulit kita maklumi, kenapa setelah enam bulan baru diketahui locus-nya di luar wilayah hukum Polda Jabar.
Sebelumnya, sejumlah alasan juga disampaikan Polda terkait kesulitan penanganan kasus ini. Mulai dari alamat terlapor yang tak ditemukan hingga hilangnya status “Adek2ku calon teroris yang abang sayang” di laman facebook.
Buat kita, kasus dengan terlapor Denny Siregar ini, kasus biasa saja. Begitu banyak laporan yang diterima polisi, baik menyangkut pencemaran nama baik, penghinaan, atau laporan terkait UU ITE.
Tetapi, penanganan kasus Denny Siregar ini, hemat kita, menjadi penting justru untuk pihak kepolisian. Kenapa begitu? Penanganan yang serius terhadap kasus ini akan mematahkan sinyalemen di masyarakat bahwa ada pihak-pihak yang “kebal hukum” dalam kasus ujaran kebencian melalui media sosial ini.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dalam berbagai kesempatan, menegaskan polisi takkan memberlakukan hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Maka, penanganan terhadap kasus ini menjadi salah satu ujiannya.
Kita tentu saja berharap, di Bareskrim Mabes Polri, kasus ini bisa dituntaskan. Kita yakin, Bareskrim memiliki personal dan infrastruktur yang lebih kuat untuk menanganinya. Tentu menjadi lucu, jika di Bareskrim pun kemudian penanganannya lamban sehingga publik kemudian melupakannya.
Kita tak menyoal, apakah kasus ini layak dilanjutkan atau tidak. Yang diinginkan publik adalah bagaimana kasus ini dituntaskan. Jika ada pelanggaran pidana, wajib dilanjutkan. Jika tidak, polisi tentu punya alasan kenapa kasus ini dihentikan dan menjelaskannya kepada publik.
Begitulah (proses penanganan) hukum yang adil dan transparan itu. (*)