Degradasi Simbol Negara
Salah satu kebiasaan pemerintah saat ini adalah suka membenturkan warga negara dengan simbol negara. Kerap terjadi, jika terjadi ketegangan antara pemerintah dan warga negara, maka selalu dibawa-bawa simbol negara.
Salah satunya adalah pada rencana pemogokan yang hendak dilakukan Forum Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Pemogokan itu rencana dilakukan pada 29 Desember 2021 dan 7 Januari 2022.
Menghadapi ancaman pemogokan ini, pemerintah mencoba memperhadapkan serikat pekerja dengan simbol negara. Seorang staf khusus Menteri BUMN mempertanyakan dimana ‘Merah Putih’ para pekerja jika melakukan pemogokan tersebut? Kita tidak mempersoalkan apakah pemogokan itu layak atau tidak. Sepengetahuan kita, jika terjadi ancaman pemogokan, berarti ada persoalan di perusahaan energi pelat merah itu.
Kita tentu saja berharap, pemogokan itu tidak jadi diwujudkan. Sebab, seperti kita tahu, Pertamina adalah perusahaan negara strategis yang bertanggung jawab terhadap pemenuhan hajat hidup orang banyak.
Tapi, kita jenuh juga jika ada sedikit persoalan di mana kelompok masyarakat berhadapan dengan pemerintah, maka dihadapkan dengan simbol negara. Buat kita, itu tindakan yang mendegradasi simbol-simbol negara.
Bukan sekali-dua itu dilakukan pemerintah, termasuk oleh pendukung pemerintah. Jika ada aksi menentang kebijakan pemerintah, maka kerap dihadapkan dengan Pancasila dan NKRI. Seolah-olah yang menentang kebijakan pemerintah bukan Pancasilais dan pendukung NKRI. Seakan-akan yang Pancasila, pedukung NKRI, dan penghormat ‘Merah Putih’ hanyalah kelompok-kelompok yang pro dengan pemerintah.
Padahal, buat kita, semua persoalan menyangkut semua itu sudah selesai. Pancasila, NKRI, dan Merah Putih adalah persoalan yang tak seharusnya diganggu gugat lagi. Karena itu, tak perlulah dibawa-bawa setiap ada persoalan yang dihadapi pemerintah.
Sebab, ketika Pancasila, NKRI, dan Merah Putih dibawa-bawa, maka itu adalah urusan kita bersama. Pemilik Pancasila, NKRI, dan Merah Putih, adalah kita semua. Yang ada di pemerintahan atau di luar pemerintahan. Begitulah kesepakatan kita.
Sikap menghadapkan warga negara dengan simbol negara, kita nilai, sebagai perbuatan mendegradasi nilai-nilai simbol negara. Karena itu, berhentilah, stop menggunakan frasa-frasa semacam itu. Apalagi, kita pun tidak bisa memastikan, apakah yang kerap menyebut-nyebut Pancasila, NKRI, atau Merah Putih itu, akan lebih dalam pemaknaan dan pengejawantahan simbol negaranya dibandingkan mereka yang dituduh kurang Pancasila, kurang NKRI, dan kurang Merah Putih tersebut. (*)