Inilah Koran dapat dibaca gratis dalam masa terbatas di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Jumat, 31 Desember 2021
Gratis
Polisi dan Bahar Smith
JIKA kepentingan yang sudah bicara, bagaimana mungkin kita harus berpikir fair? Kasihan aparat kepolisian jadi “bulan-bulanan” dalam peristiwa Bahar Smith yang terjadi sehari-dua ini.
Di laman media sosial, misalnya, kemarin sempat trending tagar #PoldaJabarTakutBahar. Ditambahi dengan narasi-narasi yang mengerikan. Sampai ada warganet yang minta Kapolda Jabar dicopot segala.
Padahal, setidaknya begitu kata Polda Jabar, petugasnya yang datang menemui Bahar Smith adalah aparat yang mengantarkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPPD). Mereka pun dapat limpahan kasus dari Polda Metro Jaya karena lokus peristiwa itu ada di Cimahi.
Pertama, tentu harus kita lihat persoalannya secara jernih. Bahar Smith dua kali divonis bersalah dan dihukum penjara. Dia sudah menyelesaikan keduanya. Dalam posisi itu, sebenarnya dia harus dianggap warga biasa saja.
Bahwa mulutnya berkoar-koar memerahkan telinga banyak pihak, iya. Tapi, tidak serta-merta dia menjadi “penjahat”. Setidaknya belum terbukti secara hukum dia melakukan tindak pidana. Apalagi, sampai saat ini, statusnya sebagaimana yang dirilis Polda Jabar, masih sebagai saksi.
Maka, Bahar harus dianggap sebagai orang yang tidak bersalah. Ada prinsip hukum presumption of innocence.
Lalu, apa salahnya polisi mengantarkan SPPD kepada Bahar Smith? Bahkan tidak ada yang salah jikapun polisi sempat bercengkerama denganya sebagaimana yang ramai dibicarakan di media sosial.
Biasa saja. Begitulah polisi yang humanis. Menjaga silaturahmi tak ada larangan dalam undang-undang. Sepanjang itu tidak membahas penyelesaian-penyelesaian kasus lewat pintu belakang.
Lalu, dikait-kaitkan pula dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang mewanti-wanti seluruh jajaran Polri untuk tidak menggadaikan kewibawaan dengan berkunjung atau sowan ke pelanggar hukum.
Tentu kita sepakat dengan pernyataan Presiden Jokowi itu. Tapi, setidaknya kita harus tegak pada prinsip bahwa Bahar, setidaknya sampai saat ini, adalah orang yang tidak bersalah dengan hukum. Setidaknya belum ada keputusan pengadilan yang menyatakan seperti itu saat ini.
Jika kemudian dikait-kaitkan dengan perbuatan pidananya pada masa lalu, maka kita juga patut bertanya kepada negara: kenapa memberi ruang bagi orang-orang yang (pernah) bermasalah dengan hukum? Bahkan memberi keistimewaan? Kita mahfum, misalnya, saat ini seorang yang pernah jadi terpidana kasus korupsi menjadi komisaris di anak perusahaan BUMN. Kita juga tahu, seorang yang dekat dengan kekuasaan saat ini, menjadi komisaris di BUMN paling bergengsi di negara ini, dalam status sebagai mantan narapidana.
Jadi, marilah kita fair melihat sesuatu. Jangan dengan kacamata kuda. (*)
Inilah Koran merupakan media cetak yang terbit di Kota Bandung sejak 10 November 2011. Lahir dengan mengusung semangat Jurnalisme Positif, Inilah Koran bertekad untuk mengembalikan peran dan fungsi media sebagai sarana informasi, edukasi dan inspirasi. Inilah Koran juga bertekad menjadi koran nasional yang terbit dari Bandung dengan tagline "Dari Bandung untuk Indonesia".
Anda tidak bisa membeli publikasi, melakukan pendaftaran melalui aplikasi, klaim voucher melalui aplikasi. Pembelian, pendaftaran dan klaim voucher dapat dilakukan melalui website.