Tampilkan di aplikasi

Bantu orangtua mendisiplinkan anak

Majalah Intisari - Edisi 647
2 Agustus 2016

Majalah Intisari - Edisi 647

Anak yang suka berteriak, mudah marah, dan susah diatur membutuhkan perhatian yang serius. Jika dibiarkan, akan menjadi pembangkang hingga melawan orangtua. Nah, untuk menghadapi anak yang bermasalah, interaksi yang berkualitas lewat terapi Parent Child Interaction Theraphy (PCIT) bisa jadi solusinya.

Intisari
Ahmad Fauzan ( 2,5 tahun, bukan nama sebenarnya) memiliki kebiasaan suka berteriak ketika tidak mampu melakukan sesuatu. Misalnya saat gagal menyusun balok permainan. Tidak hanya itu, saat berkomunikasi dengan orangorang di sekelilingnya, ia juga sering menjerit. Bahkan, kala keinginannya tidak dituruti, ia bisa saja menggertak dan melawan orangtuanya. Akibatnya, si kecil yang suka dengan karakter Boboiboy (serial animasi asal Malaysia) ini menjadi susah diatur dan sering kali marah tanpa maksud yang jelas. Ia menjadi suka membantah dan tidak mendengarkan perkataan orangtuanya. Meski perilaku berteriak untuk balita terbilang normal, namun apa yang ditunjukkan Fauzan dianggap tidak wajar.

Kisah balita lainnya yang mengalami masalah dalam masa tumbuh kembangnya adalah Arifah Rahmi (3 tahun, bukan nama sebenarnya). Berbeda dengan Fauzan, Ifah lebih banyak diam. Ia jarang berkomunikasi dan cenderung tidak terlibat dalam aktivitas di lingkungannya. Harus jelas dan spesifik Ine Indriani, psikolog anak di Jakarta, mengungkapkan, ada beragam penyebab perilaku anak bermasalah. Di antaranya adalah gangguan pada kemampuan sensorik dan motorik. Namun, jika ternyata anak tidak memiliki masalah organis tersebut, maka yang perlu disoroti adalah pola asuh orangtuanya.

Untuk anak usia di bawah delapan tahun, orangtua berperan sebagai role model. Dengan begitu, interaksi orangtua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Yang perlu dihindari, sejauh pengamatan Ine, adalah orangtua tidak membangun komunikasi yang baik dengan anak. Hal itu yang terungkap dalam kasus Ifah. Saat diamati melalui sebuah permainan, orangtuanya sangat jarang berinteraksi. Akibat minimnya interaksi, Ifah sering bermain sendiri. Atau bermain gawai. Akibatnya ia tumbuh menjadi anak pendiam dan terlambat kemampuan bicaranya.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI