Tampilkan di aplikasi

Di gerbong perempuan, yang cantik jadi garang

Majalah Intisari - Edisi 663
11 Januari 2018

Majalah Intisari - Edisi 663

Suasana gerbang khusus perempuan jauh lebih tenang di malam hari, sekitar pukul 22.00.

Intisari
Ada pendapat ekstrem mengenai gerbong khusus perempuan di kereta komuter Jabodetabek: seram, brutal, kasar, dan barbar! "Tas sayaaa! Tas sayaa!!” teriak seorang perempuan muda berkerudung cokelat ketika mencoba keluar dari pintu gerbong khusus perempuan kereta komuter yang berhenti di Stasiun Manggarai, Jakarta.

Rupanya, ketika itu badannya sudah keluar, namun terseret lagi ke dalam, karena tasnya tersangkut di serbuan penumpang perempuan lainnya yang ingin masuk. Wajah perempuan itu gusar. Hampir saja tasnya tertinggal, karena penumpang baru yang tidak memberi kesempatan padanya untuk turun.

“Tidak berperasaan sama sekali, saya seperti terseret ombak, enggak bisa dilawan,” kisah Sondang (26), karyawan swasta di Jakarta. Lalu ia berkisah, suatu kali menumpang kereta komuter berangkat dari Stasiun Tanah Abang menuju Stasiun Cawang. Pertama kali masuk, gerbong cantik itu tidak begitu padat.

Namun sesampainya di Stasiun Sudirman, barulah ia merasakan “terjangan ombak”. Tak kuasa menahan dorongan penumpang yang baru masuk kereta. Dirinya terimpit, tak bisa bergerak. Lain cerita dengan Sarifa (29), pertama kali ia menggunakan layanan kereta rel listrik (KRL), batinnya terkejut.

Kejadiannya sama seperti Sondang, ketika harus berangkat pukul 17.00 dari Stasiun Tanah Abang untuk transit di Stasiun Manggarai. “Saya kaget banget, ketika berhenti di Stasiun Sudirman, ternyata sudah banyak penumpang yang menunggu, begitu pintu dibuka, penumpang langsung menyerbu pintu,” kisahnya.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI