Tampilkan di aplikasi

Ke psikolog atau psikiater ya?

Majalah Intisari - Edisi 664
9 Maret 2018

Majalah Intisari - Edisi 664

Sebenarnya banyak orang yang sudah menyadari, dirinya butuh pertolongan profesional untuk kondisi mental atau kejiwaannya, tetapi enggan datang. Umumnya, gara-gara bingung harus ke mana. / Foto : huffpost.com

Intisari
Stigma masyarakat memang berpengaruh besar terhadap enggannya seseorang berkonsultasi pada psikolog dan psikiater. Jamak orang beranggapan kalau gejala penyakit kejiwaan itu adalah hal yang remeh. Stres dianggap biasa, depresi dianggap lumrah. Dan berbagai gejala gangguan kejiwaan lainnya dipandang sebelah mata.

Seolah semua gangguan itu bisa sembuh dengan sendirinya. Padahal situasi gangguan mental atau kejiwaan itu perlu ditangani dengan serius dan tepat waktu. Karena faktanya, gangguan jiwa yang dibiarkan bisa bikin hidup makin susah, baik si penderita maupun orang-orang di sekitarnya. Yang menangani pun bukan orang sembarangan, harus mereka yang profesional di bidangnya .

“Ada pula yang sinis kalau kondisi medis kejiwaan itu dianggap karena kelemahan pribadi atau karena kadar keimanan yang lemah,” kata dr. Ashwin Kandouw, Sp. KJ, dari RS Pondok Indah-Bintaro Jaya, Jakarta. Belum lagi ada yang berpikir orang terganggu kesehatan jiwanya karena kutukan bahkan santet. Padahal, lanjut dia, masalah mental atau kejiwaan seseorang itu adalah masalah medis.

Sama halnya seperti penyakit jasmani. Selain itu, seperti yang diungkap psikolog asal AS, Mary Alvord, Ph.D, kebanyakan orang enggan datang pada psikolog gara-gara stigma masyarakat soal penyakit jiwa itu berarti gila. Padahal bukan berarti semua orang yang membutuhkan terapi kejiwaan itu adalah gila. Stigma pada penderita penyakit mental memang masih negatif.

Akibatnya banyak orang yang malu mengakui saat ia merasa ada yang janggal pada dirinya sendiri. Ada pula yang menganggap, berkunjung ke psikolog atau psikiater bisa jadi memakan waktu lama dan bikin ketergantungan. Padahal menurut Mary, perawatan kesehatan jiwa tidak begitu. Ia bahkan memiliki pasien yang hanya memerlukan dua sesi konsultasi dalam setahun. Jadi semua ketakutan itu sebetulnya tidak benar.
Majalah Intisari di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI