Supersivor Industri Sebagai Guru Tamu di SMK
Dengan diberlakukannya kawasan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) terhitung tanggal 31 Desember tahun 2015, akan berdampak langsung terhadap penyediaan tenaga kerja di kawasan ini. Tenaga kerja yang bermutu, dan memiliki kompetensi yang tersertifikasi yang akan mendapat peluang yang lebih besar di dunia kerja. Untuk tenaga kerja tingkat menengah, pemberlakuan MEA berdampak langsung terhadap tuntutan mutu lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Menurut Hendarman, dkk. (2016, p. 43) bahwa pendidikan kejuruan atau pendidikan vokasi perlu menekankan pada pendidikan yang mampu menyesuaikan dengan: (1) permintaan pasar (demand driven); (2) ketersambungan (link) antara pengguna lulusan pendidikan dan penyelenggara pendidikan vokasi; dan (3) kecocokan (match) antara karyawan (employer) dengan pengusaha (employer). Ukuran keberhasilan penyelenggaran pendidikan vokasi adalah tingkat mutu dan relevansi, yaitu jumlah lulusan dan kesesuaian bidang pekerjaan dengan bidang keahlian (Hendarman, dkk. 2016, p. 43).
Pada saat ini, sebagian besar kalangan masyarakat memandang bahwa mutu lulusan SMK masih kurang. Untuk menciptakan lulusan SMK yang bermutu, pendidikan teori kejuruan dan praktek kejuruan harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku, sehingga diperlukan kerjasama antara SMK dan dunia industri/dunia usaha (DUDI). Pihak sekolah dan DUDI memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Di sekolah ketersediaan guru relative cukup, namun peralatan praktek terbatas, sedangkan di industri yang memiliki peralatan praktek yang relative cukup, tetapi tidak memiliki tenaga pendidikan yang diperlukan.
Ikhtisar Lengkap
Penulis:
Tim Kemendikbud
Penerbit: Kemdikbud
ISBN: 9786025517266
Terbit: April 2017
, 107 Halaman