Tampilkan di aplikasi

Mahfud MD, “saya ini orang NU. Kader bangsa”

Majalah Matra - Edisi 0918
7 September 2018

Majalah Matra - Edisi 0918

Mahfud MD

Matra
Mahfud MD yang “digeser” mendadak, tak menjadi kandidat calon wakil Presiden, membuat “luka” pendukungnya. Juga membuat kecewa orang-orang yang berintegritas. Demikian pula para “Ahokers” karena menyebut pilihan Jokowi sebagai cawapres, adalah memilih orang yang ikut-ikutan politik praktis untuk kasus Ahok, sehingga masuk penjara.

Banyak pihak yang terkejut saat Presiden Joko Widodo mengumumkan cawapresnya untuk Pilpres 2019 yakni Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin. Gerakan MD demikian menyebar, khususnya dimulai di daerah Madura, kemudian menyisir ke kota-kota lain. Kata “coblos”, “contreng”, dan “centang” sudah menjadi istilah khas pemilihan umum di Indonesia.

Dengan penyelenggaraan Pemilu serentak 2019, yang terdiri dari pemilihan presiden dan wakil presiden digabung dengan pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Maka, dalam Pemilu serentak 2019 akan ada 4 surat suara yang wajib diisi pemilih.

Pemilih harus mencoblos gambar calonnya (legislatif), menyoblos calon presiden dan wakil presiden. Tapi, yang paling penting, “coblosan” ini menghasilkan sistem pemerintahan parlementer. Dalam rangka menyatakan dukungan kepada partai atau tokoh yang kelak akan duduk sebagai Presiden dan Wapres.

Intinya, Mahfud MD mengimbau seluruh warga untuk “tetap” menggunakan hak pilihnya. Hal ini diutarakannya karena di media sosial ada gerakan ‘Golfud’ yang kerap diasosiasikan Golongan Mahfud.

“Sekarang ini saya baca di medsos ada gerakan ‘Golfud’, ujar Mahfud MD sambil geleng-geleng kepala. Golfud itu, menurut Mahfud menegaskan, adalah bukan golput, “Saudara, enggak boleh golput karena alasan ‘saya mau golput karena enggak ada calon yang bagus, baik Presiden dan DPR’.”
Majalah Matra di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Selengkapnya
DARI EDISI INI