Dari Keluarga Semua Bermula. Publik dihebohkan dengan masalah kebijakan Full Day School. Satu pihak memaparkan kelebihannya. Pihak lain menolak dengan argumentasi apapun. Tetapi, jika keluarga Indonesia jeli melihat bagaimana lentera bangsa dan dunia lahir, sungguh bukan soal sekolah itu yang membentuk watak dan kepribadian anak hingga dewasa dan menyinari dunia.
Sekalipun tidak bisa dinafikan sama sekali. Yang sesungguhnya membentuk mental anak-anak ke depan adalah tradisi di dalam keluarga.
Sekear sebagai bukti, Pahlawan Proklamator RI, Muhammad Hatta menjadi pribadi dengan karakter kuat sebagai Muslim dan sekaligus sebagai bapak Bangsa bukan karena sekolahnya. Sebab jika dirujuk sekolahnya, beliau sekolah di sekolah Belanda.
Adalah sang kakek dari Bung Hatta yang merupakan sosok ulama yang mendidik langsung Muhammad Hatta kecil. Kepribadiannya sebagai Muslim dan kecintaannya pada Indonesia mendorongnya terus berpikir bagaimana memerdekakan ekonomi rakyat Indonesia, hingga beliau dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Demikian pula jika merujuk pada sejarah para ilmuwan dunia. Seperti Ibnu Rusyd, beliau mahir dalam berbagai bidang keilmuan bukan semata-mata sekolahnya, tapi karena tradisi di dalam keluarganya yang benar-benar mencintai ilmu.
Tentu saja kita tidak boleh abai dengan masalah pendidikan di tanah air. Namun lebih penting untuk terus diperhatikan adalah bagaimana keluarga yang kita bangun. Apakah keluarga yang kita bina keluarga yang mengarah untuk mencintai ilmu atau keluarga hampa.
Keluarga hampa adalah keluarga yang lengkap susunan strukturnya ada rumah, ada ayah, ada ibu dan ada anak. Tetapi emotional bonding antar sesamanya tidak terjalin dengan baik. Sehingga sekalipun buah hati disekolahkan di tempat yang bonafit, jiwa anak justru merasa gersang.
Mereka tidak merasakan hadirnya kasih sayang kedua orang tuanya. Bahkan, para ayah harus paling depan melakukan intropeksi, apakah telah ada jadwal atau waktu yang dialokasikan khusus untuk bermain dan belajar bersama putra-putranya. Jika tidak, bagaimana kita mendambakan generasi unggul, sedangkan pemimpin keluarganya justru yang paling jauh dengan mereka.*/Imam Nawawi