Tampilkan di aplikasi

Indahnya silaturahim terjalin kembali

Majalah Mulia - Edisi 7/2017
11 September 2017

Majalah Mulia - Edisi 7/2017

Apalah arti puasa yang kita jalani, jika ternyata kita masih enggan atau bahkan tidak mau menyambung tali silaturahim.

Mulia
Sekalipun hidup sengsara karena ulah saudara-saudaranya yang iri, Nabi Yusuf tak pernah sedikit pun terbetik niat untuk membalas dendam. Nabi yang rupawan lagi tangkas itu justru menerima saudarasaudaranya dengan penuh pemaafan. Ia juga kembali menyambung silaturahim dengan mereka yang pernah sangat membencinya. Nabi Yusuf menyadari dengan segenap pemahaman bahwa yang menjadikan saudaranya itu benci tiada lain hanyalah karena pekerjaan setan.

Hal ini diungkap oleh Nabi Yusuf kepada ayahnya, Nabi Ya’kub, yang kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) abadikan di dalam al-Qur`an. “Setelah setan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki.” (Yusuf [12]: 100). Kisah yang lengkap dan terpapar dalam surah Yusuf itu sungguh memberikan banyak pelajaran hampir dalam setiap bidang kehidupan, utamanya hubungan kekeluargaan.

Seolah-olah dengan surah Yusuf tersebut Allah SWT ingin berkata, “Betapa pun hidupmu sulit disebabkan oleh keluarga atau saudaramu sendiri, jangan sekalikali memutus tali silaturahim, sebab terputusnya silaturahim itu adalah gerbang lurus menuju pintu neraka. Teladanilah hamba-Ku ini, Nabi Yusuf.”

Menyambung silaturahim adalah bukti nyata keimanan seorang Muslim. Hal ini ditegaskan dalam Hadits Rasulullah SAW. “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah memuliakan tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah menyambung tali rahimnya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau diam.” (Riwayat Bukhari).
Majalah Mulia di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI