Tampilkan di aplikasi

Siapa bilang, masa depan hafidz suram

Majalah Mulia - Edisi 2/2017
11 September 2017

Majalah Mulia - Edisi 2/2017

Di beberapa Negara, pemerintah menempatkan para imam hafidz dengan kedudukan tinggi dan gaji layak.

Mulia
“Kamu bercita-cita menjadi hafidz (penghafal Al-Qur’an), emang mau bekerja apa ke depannya?” Pertanyaan ini biasa diajukan oleh mereka yang memiliki pandan gan sempit tentang masa depan para penghafal Al-Qur’an. Pikir mereka, ‘profesi’ ini tidak bisa dijadikan jaminan menan jaknya karier kerja.

Mentok-mentoknya menjadi guru ngaji di pesantren. Dan, berapa sih besarnya gaji guru ngaji? Benarkah? Bila ada yang memiliki kesimpulan demikian, sebaiknya segera buang jauh-jauh. Nyatanya, masa depan para hufadz tidak seburuk yang disangkakan. Sebab di sana juga terdapat banyak peluang, yang itu bisa menjadi wasilah moncernya karier. Pendidikan merupakan wasilah utama seseorang bisa terjun di dunia kerja secara profesional.

Melalui proses inilah, si peserta didik akan dibina sehingga memiliki bekal untuk dijadikan landasan mengembangkan diri di dunia kerja. Ada qaul hikmah yang menyatakan; “Barang siapa yang menghendaki akhirat, maka kejarlah ia dengan ilmu. Barang siapa yang ingin berburu dunia, maka dapatkanlah ia dengan ilmu. Dan barang siapa yang menghendaki perolehan keduanya, maka kuasailah ilmu.”

Nampak jelas betapa pentingnya kedudukan ilmu dalam menjembatani kesuksesan seseorang berburu karier. Pada titik inilah, sejatinya seorang hafidz memiliki peluang besar dalam mengasah dirinya. Sebab terdapat berbagai lembaga yang memberikan jaminan beasiswa bagi mereka. Siapa pun maklum, biaya pendidikan saat ini sangat mahal. Apa lagi perguruan tinggi. Namun dengan wasilah tahfidzul qur’an, perkara biaya bukan menjadi persoalan.
Majalah Mulia di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI