“Pengumuman, masjid ini khusus untuk yang berumur 6o tahun ke atas. Para remaja, minggir!” Demikian kira-kira ilustrasi yang digunakan oleh dai sejuta umat KH. Zainuddin MZ dalam menggambarkan betapa memprihatinkannya kondisi masjid di tengah-tengah kaum Muslimin.
Padahal, Rasulullah bersama para sahabat adalah sosok yang tak pernah jauh, apalagi meninggalkan masjid dalam kehidupan mereka. Karena masjid adalah tempat yang bisa diandalkan untuk mendapatkan perlindungan saat tidak ada perlindungan selain perlindungan-Nya.
“Ada 7 golongan orang yang akan dinaungi Allah yang pada hari itu tidak ada naungan kecuali dari Allah; salah satunya ialah seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid ketika ia keluar hingga kembali kepadanya” (HR.Bukhari dan Muslim). Tetapi, bagaimana dengan saat ini, dengan remaja kita. Apakah mereka mencintai masjid? Sungguh bukan salah remaja, jika mereka masih belum tergerak hatinya melangkah ke masjid.
Tetapi, memang ada yang perlu diperbaiki terkait sikap kita sebagai para orangtua dalam memakmurkan masjid. Dalam buku Manajemen Masjid karya Moh. E. Ayub dkk, disebutkan bahwa di zaman Nabi, masjid menjadi tempat berkompetisi dalam arti positif. Masjid menjadi ajang pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama, dan tempat transfer of knowledge dari Rasulullah kepada para sahabat, dimana di antara mereka juga tidak sedikit yang berusia remaja dan belia.
Dengan kata lain, memang ada pekerjaan rumah (PR) para pengelola masjid untuk mendesain kegiatan masjid semenarik mungkin bagi para remaja guna menarik hati mereka ke masjid, sehingga proses pembelajaran, pendidikan dalam arti luas juga bisa diwujudkan di masjid, sebagaimana Rasulullah meneladankan.
Sementara para orang tua, terutama ayah, harus berperan besar dalam mempersiapkan hal ini. Termasuk memotivasi anakanak untuk terlibat dalam kegiatan masjid, sehingga mereka tidak melalui masa remaja begitu saja, melainkan ada kesan indah dalam memakmurkan masjid.*/ImamNawawi