Tampilkan di aplikasi

Menikah muda dan bangga menjadi bunda

Majalah Mulia - Edisi 1/2017
11 September 2017

Majalah Mulia - Edisi 1/2017

Dengan demikian, asumsi banyak wanita bahwa menikah muda itu tidak baik, yang pada akhirnya melegalkan pacaran, benar-benar tidak bisa dibenarkan.

Mulia
Suatu siang di sekolah tempat saya mengajar tiba-tiba saya didatangi beberapa murid kelas 5. Mereka memberondong saya dengan berbagai pertanyaan. “Nama lengkap Ustadzah siapa? Tempat dan tanggal lahir? Hobi? Dan lain-lain. Oo rupanya mereka sedang mendapat tugas untuk mewancarai guru-guru di sini.

Kemudian sampai ke ke pertanyaan, “Prestasi yang pernah diraih apa Ustadzah?” Saat itu yang terbayang dalam benak saya adalah prestasi ketika beberapa kali menjadi juara dalam lomba puisi ketika sekolah dulu. Hingga kemudian teman saya rekan guru (yang kebetulan belum mempunyai anak), melintas dan ikut menjawab, “Menjadi bunda!” Saat itu saya hanya tersenyum, tak berkomentar.

Mungkin karena rutinitas menjadi seorang bunda, saya menganggapnya hal yang biasa saja dan bukanlah prestasi yang luar biasa. Hingga kemudian setiba di rumah saya pun merenungkan perkataan teman saya dengan flash back kehidupan saya, “Hemm benar sekali yang ia katakan.” Saya menikah saat berusia 20 tahun. Masih kuliah semester VII, begitu pun suami. Keputusan yang bisa dibilang “berani.”

Saat pemuda seusia itu asyik berpacaran, Alhamdulillah saya memilih menikah muda. Dan, kami dikaruniai anak pertama setelah 2 tahun pernikahan kami. Menjadi seorang bunda memang harus siaga menjadi sosok yang siap dibutuhkan bagi anak-anaknya, karena akan mendidik dan menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Majalah Mulia di aplikasi myedisi reader pada Android smartphone, tablet, iPhone dan iPad.
Baca selengkapnya di edisi ini

Edisi lainnya    Baca Gratis
DARI EDISI INI