Menjadi keluarga bahagia, tentu dambaan setiap orang. Namun demikian, tidak sedikit pasangan rumah tangga mengalami hidup, laksana menahan bara ketidakbahagiaan. Percekcokan tiada henti antara suami dan istri, sampai luapan emosi dalam bentuk bentakan dan omelan kepada buah hati sendiri. Kedamaian seolah telah lari. Padahal, saat ini, nyaris semua orang mengenal yang namanya sakinah, mawaddah, warahmah.
Setiap kali hadir dalam walimatul ursy, biasa orang menulis di akun medsos-nya, semoga SAMARA, yang maksudnya semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah warahmah. Terlepas dari persoalan istilah yang relevan dalam sebuah pernikahan supaya sakinah saja atau ditambah mawaddah, warahmah, prinsipnya setiap keluarga butuh kesadaran dan perjuangan tiada henti untuk menggapainya.
Karena itu, penting dipahami bahwa menjadi bahagia dalam membangun rumah tangga butuh kesiapan mental untuk mengamalkan ajaran Islam dengan sebaikbaiknya. Soal tidak marah misalnya, kita bisa melihat pada apa yang ditegaskan oleh Nabi. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Berilah aku wasiat.” Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!” (HR. Bukhari). Dengan pengertian terbalik, berarti Nabi menghendaki semua umat Islam untuk sabar, memaafkan, menerima, ikhlas dan ridha.
Jika ini yang menjadi bagian penting dari amalan setiap pasangan keluarga, maka menjadi bahagia bukan lagi citacita, tapi kenyataan yang bisa kita rasakan dalam kehidupan. Selain itu, utamakanlah syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala, kepada suamiistri, bahkan kepada anak-anak kita, sehingga bukan tuntutan ideal yang terus bergemuruh di dalam dada, tetapi juga kesadaran bahwa ada sisi positif dari pasangan dan buah hati kita untuk terus dioptimalkan dan maksimalkan. Apakah selama ini rumah tangga kita banyak api kemarahan daripada mata air kasih sayang? Mari berbenah, bahagia dengan mengamalkan ajaran Islam.*/Imam Nawawi